Beksan Wireng di Museum Gajah
“Nah, ini namanya gebyog. Digerakkan pakai kekuatan pergelangan tangan ya”, jelas Sang Penari, Rambat Yulianingsih kepada para peserta lokakarya menari sambil menggerakkan tangannya sehingga selendang pun memutar dengan anggun menggelilingi tangan. Bila sang penari yang melakukan, terlihat biasa saja dan mudah. Tetapi percayalah, itu sangat tidak mudah alias sulit. Entah perlu berapa purnama bisa melakukannya (hiya).
Saya sedang berada di Museum Nasional. Tujuan utamanya nonton pertunjukan Teater Koma, yang memang merupakan kegiatan rutin museum setiap akhir pekan di minggu terakhir setiap bulan, bersama Aro. Judul pertunjukkannya Sambang Jiwa Samber Nyawa. Indah ya kalimatnya ? Nyeni. Jelaslah, sebab yang membuat pekerja seni mumpuni.
Para pemain dan sebagian kru |
Meski gratis, hanya membayar tiket museum sebesar lima ribu untuk dewasa dan dua ribu untuk anak-anak, penggarapan pentas ini serius dan layak tonton. Teater Koma, gitu lho! Ada tim riset yang bekerja satu dua bulan, ada pemain yang berlatih beberapa minggu, juga ada kru yang mendukung lancarnya acara. Satu hal yang selalu saya sukai juga, ada booklet yang bisa didapat berisi peta jelajah dan cerita yang diangkat. Bila beruntung bisa dapat gratis sebagai pengunjung kategori 20 orang pertama, namun bila tidak ya beli sepuluh ribu rupiah. Saya termasuk pengumpul booklet-nya. Kami suka baca ulang bersama di rumah dan menjadi tema obrolan. Bahasanya indah dan ilustrasinya menarik juga sesuai dengan anak-anak, adalah alasan saya.
![]() |
Peta jelajah atau bookletnya. Bagus bukan ? |
Pertunjukan tahun ini, banyak berkisah tentang orang-orang yang membantu kejayaan raja-raja saat itu namun jarang disebutkan – ilmuwan-pujangga, petani, nelayan, juru masak, penari, syahbadar, dan pande. Temanya yang diangkat tadi bercerita tentang pasukan perempuan di medan pertempuran. Bagaimana peran mereka dalam membantu Pangeran Samber Nyawa berjuang. Keren kan ? Bukan hanya kaum lelaki saja di medan laga. Kegagahan, kelembutan, sekaligus kekuatan dari para kesatria-estri, begitu namanya, ini digambarkan dalam beksan (tari) Wireng. Beksan ini semacam olah-tubuh yang dilakukan di masa-masa damai untuk menjaga kebugaran badan meski pun sebenarnya terinspirasi dari gerakan saat berperang. Tarian tersebut mencerminkan bagaimana gerak bintang di langit juga mengajak yang melihat- terutama raja- merenungi luasnya semesta dan kuasa Sang Ilahi.
![]() |
Ikut lokakarya menari bersama empu tari |
Selesai dengan lokakarya sekitar 15 menitan, ternyata rutinitas jelajah museum untuk melihat benda-benda peninggalan sejarah yang tadi disebutkan dalam pertunjukan tetap diadakan. Yuhui! Sangat senang dengan fasilitas jelajah museum dengan ditemani kakak pemandu ini. selain penjelasannya menarik, kakaknya juga sabar menerima pertanyaan-pertanyaan. Kami dibawa berkeliling sampai di lantai empat, tempat dimana banyak pusaka dipamerkan.
![]() |
Menjelajahi museum dengan kakak pemandu |
Tahun ini adalah tahun ketiga kami menjadi pengunjung acara akhir pekan di museum. Dari mulai Aro masih balita, sering gelisah, dan gamang dengan banyak orang, sampai kemudian kecanduan. Dulu, tujuannya hanya main. Tidak ada ekspektasi apa-apa. Datang, mengajaknya melihat-lihat dan berkeliling kemudian pulang. Tanpa ceramah atau wejangan apa-apa. Saya sendiri tidak tahu sejauh apa pengetahuan yang diserapnya. Saya hanya percaya. Benar kata orang bahwa kebiasaan ke suatu tempat lama-lama bisa menjadi gaya hidup.
Ternyata, Aro menikmati. Selalu senang kesini lagi. Seiring bertambahnya usia, dia pun semakin banyak bercerita tentang berbagai hal yang dialami di sana.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan, didapat, dan dinikmati di Museum Nasional atau Museum Gajah ini. Bisa dibilang lima enam kali dalam setahun, kami selalu kesini. Museum bukan sebuah tempat yang dingin dengan benda-benda masa lalu yang diam, usang, dan menakutkan. Untuk alternatif tempat belajar, museum adalah tempat yang layak diperhitungkan. Bagi kami, di museum tidak melulu belajar sejarah. Tetapi juga belajar sebagai penikmat seni, baik itu seni pertunjukan, fotografi (bila kebetulan ada pameran seperti kemarin ada dari pusat kebudayaan Korsel), seni tari, atau seni ukir pada artefak dan arca-arca yang ada.
0 Komentar