"Tidur bersama teman itu artinya kita nyaris tak tidur semalaman", kata Aro memulai cerita saat kami sedang berbuka. Cerita mengalir deras sampai lupa mengunyah makanannya. Sangking banyaknya hal yang disampaikan. Teman-teman baru, kakak-kakak yang lucu, dan kegiatan yang seru juga beberapa konflik kecil yang terjadi.


Aro baru saja pulang dari kegiatan pondok ramadhan yang diadakan oleh GPAN Kediri (semacam TBM). Tadi siang, saat kami menjemputnya di akhir kegiatan, Aro nyaris tanpa tenaga. Ngantuk, haus, dan capai. Tak ada cerita apapun yang keluar. Kami pun tak bertanya-tanya. Sampai rumah pun langsung pulas sampai sore.


Satu kesempatan langka untuk Aro, yang tidak sekolah formal, bisa merasakan serunya pondok ramadhan.

"Meski baru kenalan, ternyata teman-teman di sana lucu-lucu. Banyak candaan baru yang kudapat. Oh ya, aku pun bisa lho memimpin jargon ramadhan meski tenggorokanku jadi kering." 


Saya mengangguk-angguk menanggapinya. Yang dia maksud mungkin yel-yel, bukan jargon hehe…


"Aku pun sempat bernyanyi solo. Bunda tahu lagunya?"

"Keluarga Cemara?"

"Kok tahu sih?" dalam hati saya tertawa. Lagu itu entah sudah berapa puluh kali saya dengar, baik dinyanyikan langsung atau pun diputar di playlist.


Melihatnya sangat antusias bercerita dengan mata yang berbinar, tak henti saya bersyukur. Ramadhan tahun ini memberi pengalaman yang benar-benar baru buat Aro. Mematahkan pula anggapan bahwa anak tak sekolah akan susah bersosialisasi. 

Dapat Al Qur'an dari Rumah Zakat

Sebagai ronin yang melakukan pendidikan rumah alias homeschooling di kota ini sejujurnya tak mudah. Hampir semua hal kami lakukan sendiri karena tak ada komunitas homescholing. Kebanyakan kegiatan di sini hanya bisa diakses oleh anak sekolahan atau lewat jalur klub-klub berbayar. Jadi wow banget ada kegiatan yang terbuka untuk semua seperti ini.


Memilih mendidik anak di rumah dan sendirian seperti ini tidak mudah. Ada saat-saat saya pun merasa lelah dan mempertanyakan keputusan ini. Namun muncul juga pertanyaan, apakah kalau kemudian saya memasukkan Aro ke sekolah akan menjawab persoalan dan kegalauan saya? Jangan-jangan hanya akan membuat saya tambah galau? Untunglah dukungan dari ayahnya Aro, yang meskipun kerap di luar kota, cukup membantu. 


Pilihan mendidik sendiri anak di rumah itu cukup menantang lahir dan batin. Apalagi jika sendirian tak ada teman. Tapi ketika mengingat kembali alasan mengapa dulu memilih pendidikan rumah, membuat saya bekerja lebih keras mewujudkan pendidikan rumah Aro berhasil. Misalnya saya dan Aro - yang cukup susah bangun pagi - ini, mencoba menjelajah keramaian. Seperti mengunjungi Car Free Day di Minggu pagi. Tak berekspektasi muluk-muluk karena Hanya ingin mencari suasana baru saja.



Tak dinyana, kami bertemu kakak-kakak yang menggelar lapak baca gratis. GPAN Kediri. Aro bisa berlama-lama duduk di sini. Biasanya saya tinggal untuk hunting foto. Hal menyenangkan bagi kami berdua. Bisa melakukan hal-hal yang disukai masing-masing walaupun jalan bersama. Dari suka baca di lapak GPAN, saya pun mulai mengikuti IG-nya untuk tahu kegiatan ramadhan yang diadakan. Siapa sangka pengalaman menyenangkan didapatkan Aro dari sini. 


Satu tindakan kecil kadang memang membawa kita ke petualangan berbeda dan tak terduga. Cukup untuk memperkuat semangat melanjutkan pendidikan rumah ini. Harus kreatif dan ga boleh malas. Ora kalah karo wegah. Tidak boleh juga hanya rebahan. “There’s a will there’s a way.”

0 Komentar