Kami akan melihat hutan UI bersama Bibi Delih dan Gibral. Melihat kondisi dan medan hutan sebelum menjelajah bersama teman komunitas jumat besok. Karena mau masuk hutan, kami pun siap dengan pakaian panjang, sepatu, dan topi.

Kami bertemu di gedung PLK. Gedung berwarna merah di sebelah Stasiun Pondok Cina. Kami mampir sebentar ke sana untuk memberikan surat pemberitahuan berkenaan dengan keamanan kegiatan nanti.

Selesai urusan, kami melanjutkan perjalanan dengan menumpang bis kuning dari halte di seberang gedung. Bus cukup sepi. Hanya ada tiga mahasiswa dan kami, ibu-anak yang naik. Berdasarkan informasi sopir bikun, kami akan turun di halte terakhir, asrama mahasiswa Makara. Dari halte terakhir, kami masih harus berjalan kaki sekitar 50 meter untuk sampai di gerbang hutan.

Jalan sepi. Nyaris tidak ada kendaraan lewat kecuali bikun sesekali. Jalan luas itu membuat Si Bocah dan temannya berseru riang sambil berlarian. Serasa mendapat tempat bermain pribadi. Sesekali mereka berhenti. Memungut sesuatu yang menarik atau sekedar menggapai daun sambil berlompatan dengan riang.
pohon randu yang penuh dengan kapuk

Kami sampai pada gerbang Hutan Kota UI. Wales Barat. Dengan diantar oleh petugas, kami pun masuk dari sisi kanan. Panas matahari yang cukup terik langsung teredam oleh rimbunnya dedaunan dalam hutan.

Kami masuk ke kawasan tanaman pelindung. Meski tergolong masih muda, hutan ini dibangun sekitar tahun 90-an, namun pepohonan yang ada cukup beragam. Aneka pepohonan seperti mahoni, meranti, flamboyan, kupu-kupu, wali songo, saga, gaharu, dan lainnya tumbuh subur.

biji saga
Si Bocah awalnya hanya bernyanyi-nyanyi ketika masuk hutan sambil berjalan sesukanya. Sesekali memegangi daun tanaman yang bisa dijangkaunya sekilas dan asyik berlarian lagi.

Tidak hirau dengan keterangan bapak penjaga hutan yang menjelaskan banyak hal. Saya pun memilih tidak mengganggu dengan memintanya memperhatikan sesuatu misalnya. Hanya mengamatinya dan sedikit berjarak.

Namun kemudian, banyak yang menarik perhatiannya. Mulai dari melihat tanaman paku-pakuan berdaun yang panjang-panjang, bertanya tentang akar yang muncul di dahan pohon kemudian menunjam ke bawah sampai tertarik dengan merahnya biji saga dan memutuskan untuk memungutinya bersama Gibral.

Buah apa ya ?



“Wah... tinggi sekali ya ? Sampai langit!” seru Si Bocah saat melihat pohon gaharu yang menjulang. Melompat-lompat sebentar kemudian pergi.
Amorphophallus ?

Kami tertarik dengan pohon meranti berdaun lebar. Pohonnya masih kecil. Sedikit lebih tinggi dari anak-anak. Di dahan pohon, ada gumpalan hijau mirip lumut di beberapa tempat. Lucu dan mempercantik batangnya. Kami mengira itu bagian dari pohon. Ternyata kami keliru. Itu hama pohon. Hama kok cantik sekali ya penampilannya ? Duh...

nyamuk selalu ada di hutan
Dari sisi barat kami menuju ke sisi timur. Tanaman yang dominan di sini adalah buah-buahan. Pohon cempedak sedang berbuah tetapi masih muda. Ada pohon kelapa. Gibral menemukan bluluk dan membuatnya menjadi bola sedangkan Si Bocah memperoleh janur. Buat ketupat katanya, saya hanya tertawa menanggapi.

Cukup beragam pohon buah di sini. Ada belimbing, sukun, kecapi, bahkan pisang (serasa di kebun saja hihihi). Untuk kali pertama saya melihat buah kepel atau burahol. Buah kesukaan putri-putri keraton karena dipercaya membuat harum badan. Juga peluruh kencing batu kata bapak penjaga hutannya.

Kepel
Menarik sekali. Sayang buah kepelnya masih muda jadi belum bisa merasakan rasanya. Meski begitu, berjalan menyusuri hutan UI ini membuat kami tahu jadi tahu beragamnya tumbuhan di sini. Membuat saya pun sadar bahwa banyak tanaman asli negeri yang tidak tahu namanya apalagi khasiatnya. Padahal mereka memiliki kandungan zat yang istimewa seperti buah mahoni yang bisa mengobati sakit malaria dan buah kepel tadi.

Yuk, mulai berjalan-jalan ke hutan atau kebun. Selalu ada tanaman yang menarik perhatian. Siapa tahu juga dapat buah yang sudah matang dan bisa mencicipinya.

0 Komentar