Semua hal bisa jadi bahan belajar itu benar adanya. Ketika belajar tidak terbatas pada membaca, menulis, dan berhitung maka akan banyak aktivitas dalam keseharian bisa jadi bahan belajar yang seru. 


Mengenal beragam hal tentang ketrampilan hidup dan bagaimana merespon apapun yang terjadi dalam keseharian pun perlu dilatih dan dibiasakan pada anak-anak sejak dini. 


Tidak ada manusia yang sekonyong-konyong bisa tanpa pernah melakukan atau melihatnya. Dituntut untuk bisa tanpa pernah mencontohkan bagi saya sangat tidak adil dan absurd.


Aro sedang senang makan nasi bakar. Petualangan rasa baru baik bagi dia maupun saya. Kami biasa membelinya melalui go food. Ada warung makan dekat dengan tempat tinggal yang menjualnya. Kok beli ?Maklum, generasi rebahan 😅


Rasa nasi bakar ini unik. Mungkin karena baru juga bagi lidah kami yang biasa dengan gudeg atau pecel. Ada pedas dari cabai, wangi  kemangi dan daun pisang yang dibakar, juga gurih dari nasi uduknya. Rasa segar didapat dari pelengkap nasinya, yaitu mentimun dan selada. Masakan sunda, pasti ada nuansa mentahnya biar afdol.


Satu yang saya sayangkan adalah minyaknya. Agak berlebihan dan menjadikan kurang nyaman di lidah dan tenggorokan.


"Bagaimana kalau kita coba buat sendiri, Nda ?" seloroh Aro yang membuat saya untuk sepersekian detik melongo. 


"Um…bisa saja sih," jawab saya agak gamang. Jujur saja, malas sekali saya dengan kerepotannya apalagi cuma kami berdua yang makan. Obi, ayah Aro sedang ke luar kota. Effort yang dikeluarkan besar dan buatnya hanya sedikit. 


Pikiran malas yang langsung ditegur oleh lagu Nostress yang sedang saya putar. "ini kehidupan nyata, bukan hanya mimpi-mimpi, teori saja tak cukup…"🎵🎵🎵


Disusul suara-suara  lain yang berputar-putar di kepala. Lha, katanya homeschooler ? Homeschooler itu tidak boleh malas apalagi ini dalam rangka merawat inisiatif anak. Nah…nah… Ojo kalah karo wegah, ayo gumregah.


Singkat cerita, Aro bersemangat mencari resep nasi bakar ini ketika saya mengiyakan untuk membuat. Aro sempat ragu ketika mendapati semua bahannya harus beli termasuk daun pisang. 


"Kalau di Depok, kita harus beli hampir semua bahannya. Beda dengan di rumah Yangti ya."


Saya mengangguk-angguk saja. Aro sering ke rumah kakek neneknya yang punya kebun pisang. Beli daun pisang adalah hal baru buatnya. biasanya tinggal ambil di kebun.


"Ya…disyukuri saja. Eh, untuk kemangi dan cabai kita tidak harus beli lho. Kan kita menanam di pot."


"Ah, iyaya!" semangatnya balik lagi dan melanjutkan membaca resep. That's life. Berkesempatan merasakan perbedaan kehidupan di kota dan di desa itu pun keistimewaan. Menarik juga melihat anak-ana menemukan kondisi-kondisi berbeda di mana mereka tinggal dan belajar bagaimana mensiasati tanpa perlu kita ceramah berbusa-busa.



Nasi bakar  tidak langsung hap ini memberi kami berdua kegiatan seru sampai dua jam lebih. Bagaimana harus sabar menjemur daun pisang di atas kompor kemudian melapnya. Lalu ada teknik beras yang dicuci digoreng sebentar bersama bumbu dan santan, pengetahuan baru buat saya. 


Belum lagi membungkus nasi dengan daun pisang adalah tantangan tersendiri. Memasukkan nasi, menggulungnya dan melipat ujung daun lalu menusuknya dengan lidi membutuhkan ketrampilan juga. Tahan nafas sodara-sodara. Satria go food sedang keluar dari zona nyaman, siapa tahu nanti bisa buka warung makan di Berlin (tolong diaminkan saja ya 😄).


Hal yang tidak diyana adalah obrolan bersama Aro di sela-sela menggulung daun ini. Tentang aneka macam pembungkus. Cerita demi cerita akhirnya bergulir. Tentang masa-masa pembungkus makanan lebih ramah lingkungan, jauh sebelum monster plastik menyerang. 


Saya ingat agitasi yang bersliweran tentang daun lalu kertas koran/majalah, kemudian kertas minyak, dan sampai pada plastik ini. Kenangan bagaimana terpesonanya saya dengan kertas minyak untuk kali pertama pun muncul. Waw sekali melihat kuah bakmi tidak merembes tumpah. Padahal, hal yang sama juga berlaku di daun jati yang dibalik. Waterproof.


Nasi bakarnya sukses. Enak dan tak terlalu berminyak. Tambahannya, kami berpetualang mencari daun apa saja yang bisa digunakan sebagai pembungkus selain daun pisang ; awar-awar, janur, pandan, daun jati, dan lainnya. 


 makanan bungkus daun


Ternyata, banyak makanan dari banyak daerah masih menggunakannya. Sayangnya, berdalih praktis dan lebih mudah banyak yang kemudian beralih ke plastik.


Belajar memang bisa dimana saja yang penting bisa memperkaya dan memaknainya

0 Komentar