Mengkhitankan anak. Pengalaman para ortu, terutama keluarga muslim, yang mewajibkan khitan untuk anak laki-laki. Sesuatu yang bagi saya membawa pada banyak perenungan dan pembelajaran. 


Meski istilah khitan sendiri sudah akrab di telinga sejak kecil karena saya punya tiga saudara laki-laki, namun tidak kemudian membuat saya ingin tahu tentang khitan ini secara mendalam. Khitan aka sunat aka supit ini tetaplah hal yang asing.


Dulu, ketika mengetahui anak saya laki-laki, ada rencana mengkhitannya ketika masih bayi. Pertimbangan yang saya buat karena mendengar obrolan teman-teman yang memiliki anak laki-laki. Satu alasannya adalah lebih mudah menangani pasca khitan jika masih bayi, saat menangis tinggal disusui dan sembuhnya pun lebih cepat. 


Usulan yang kemudian ditolak Obi, ayah Aro, waktu saya ajukan. Menurutnya, kalau alasannya adalah malas repot, hal itu tidak masuk ke dalam logikanya. Siap menjadi ortu berarti siap repot dengan segala pernak-perniknya. 


Baginya, khitan itu tidak hanya keputusan orang tua, namun anak pun juga harus mendapat porsi untuk tahu karena ia memiliki kuasa atas tubuhnya. Karena itulah kami memilih untuk tidak mengkhitan Aro saat bayi.


Meski diungkapkan dengan nada datar saja, tetapi tak urung membuat saya tergeragap. Secara prinsip, saya pun setuju meski dalam prosesnya ada jatuh bangun dan kegagalannya juga. Namun saya tetap belajar. 


Diskusi tentang khitan ini memberi kami kesempatan lebih luas memahami kesadaran akan tubuh. Yang belajar tidak hanya Aro, namun kami sebagai ortunya pun belajar. Kami sama-sama baru dan tidak berpengalaman di ranah masing-masing. Aro dengan pengalaman mengenal tubuh dan khitan, kami sebagai ortu yang baru kali pertama mengkhitankan anak. Proses belajar yang seru karena berlangsung ditengah kekhawatiran, kepanikan, rasa sakit yang kemudian diakhiri dengan perasaan lega.


Memilih pandangan bahwa Aro berhak tahu akan tubuhnya sebagaimana dia dilahirkan ini membuka perenungan dan diskusi cukup panjang dalam keluarga kami. Tidak cukup dengan memahami konsep dan membicarakannya, namun juga melihat bagaimana pilihan-pilihan pandangan ini punya konsekuensi dalam relasi keseharian. 


Menyadari tubuh dan dirinya itu penting dan mendasar. Mungkin itu juga mengapa tema yang diajarkan pertama kali di sekolah dasar itu tentang diri dan tubuh. Belajar tentang tubuh tidak sekedar mengenal anggota badan dan fungsinya, tetapi juga bahwa kita memiliki kendali akan tubuh. 


Lagu anak-anak tentang sentuhan boleh dan sentuhan tidak boleh karya Sri Seskya Situmorang bagi saya menarik sekali. Melatih anak untuk menyadari kontrol akan tubuhnya. Anak-anak boleh dan harus berani menolak dan mengatakan tidak kepada orang-orang yang menyentuhnya sembarangan. 


Kadang, karena gemas atau sayang, banyak orang dewasa menyentuh anak-anak entah itu pipi atau bagian tubuh lainnya, walaupun mereka menolak dan terlihat tak nyaman. Di mata orang dewasa itu cute, namun mungkin di mata anak-anak hal itu menakutkan. Who knows ?


Proses khitan ini ternyata memberi banyak pengalaman tak terduga, juga empati. Kenangan Obi saat khitan di masa lalu membuatnya lebih bisa memahami apa yang dirasakan Aro. Ia pula yang lebih telaten untuk mengurus obat-obat apa yang harus diberikan dan bagaimana penanganan luka khitan.


Kesakitan yang harus ditanggung apalagi ketika Aro tidak menggunakan pain killer karena alergi sehingga menjadikannya rewel. Kami pun sebisa mungkin  tidak berkomentar tentang kondisi tubuhnya yang berbeda. Aro sempat merasa tidak nyaman sebab menganggapnya aneh. Terselip rasa kehilangan dengan pemandangan yang biasa dilihatnya.


Memilih tidak mengkhitankan anak sejak bayi membuat saya sadar bahwa ini dampak jangka panjangnya akan ada sebab bagaimana pun, apabila kelak Aro memiliki anak laki-laki, dia bisa berempati dengannya. 


Bukan berarti yang dikhitan sejak bayi tidak bisa berempati lho ya. Sekali lagi, pilihan ada di keluarga masing-masing, dan setiap pilihan ada konsekuensi. Pandangan ini sifatnya personal. Ada dalam keluarga kami. Bisa jadi, keluarga lain memiliki pandangan berbeda. Boleh ? Boleh dong. Setiap keluarga memiliki value masing-masing bukan ?

1 Komentar

  1. Senengnya dengar Aro sudah melaui proses khitan. Moga sehat selalu ya sekeluarga

    BalasHapus