Pagi ini, seperti biasa kami ngobrol bertiga. Saya mengungkapkan keberatan membersihkan kotoran kucing yang hampir setiap hari. Bahkan,  bisa dua sampai tiga kali melakukannya. Saya sensitif dengan bau kotoran kucing. Kepala agak pusing saat tercium bau kotoran kucing sehingga mau tidak mau harus segera membersihkannya dan itu melelahkan.


Sebenarnya kami tidak memelihara kucing. Saya pun tidak menyukai binatang tersebut. Namun entah kenapa, sejak di rumah yang sebelumnya, kami harus selalu berurusan dengan kucing yang melahirkan. 


Kalau sebelumnya kami hanya menampung anak kucing tanpa repot memberinya makan, kali ini berbeda. Aro senang sekali ketika tahu ada tiga anak kucing yang lahir di teras rumah yang kami tinggali. Dia pun sibuk mengamati perkembangan mereka dari hari ke hari bahkan menghitung berapa kali induknya memindahkan anak dan memperhatikan bagaimana cara membawanya. Sebab, kucing tak menggendong anaknya namun menggigit bagian leher tanpa menyakitinya. 


Aro bahkan memberi nama Billy, Fishy, dan Johnson pada tiga kucing kecil yang jadi temannya. Keren ya namanya ? Hahahaha. Kami kurang tahu mengapa ia memilih nama-nama itu. Yang kami tahu, ia memberi nama Fishy karena kucing dengan warna bulu dominan putih itu suka dengan ikan. 


Ketika anak-anak kucing itu sedikit agak besar, Aro dan ayahnya (Obi), berinisiatif memberi mereka makanan kucing. Jelas saja anak-anak kucing itu kerasan di teras. Enggan pindah. Dari sinilah masalah muncul karena kotoran kucing berceceran dimana-mana. 


Dalam keluarga kami, mengungkapkan hal yang ada dalam pikiran itu biasa. Baik itu berupa usulan, sukacita, maupun keberatan. Orang tua maupun anak memiliki hak sama. Dalam soal kucing ini posisi kami berbeda-beda. Saya tidak suka kucing. Aro senang kucing. Ayahnya netral saja. 


Sikap yang berbeda-beda menjadi obrolan pagi ini. Kami bertiga berlatih untuk tidak saling menyalahkan atau pun menyudutkan yang lain ketika mengutarakan sesuatu. Bila memang ada masalah maka ngobrol bersama adalah pilihan. Mencari solusi agar kepentingan semua anggota keluarga terakomodasi. 


Itu idealnya meski dalam pelaksanaannya sering jatuh bangun 😂


Maka mempraktikkan prinsip “fair dalam keluarga” ini memang butuh latihan. Dilakukan sebab tidak cukup hanya dengan membaca atau tahu teorinya saja. 


Bagi kami mempraktikkan satu hal merupakan kunci karena dari sinilah, baik disadari atau tidak, akan lahir pembelajaran. Ilmu iku katiti dening laku. Kadang ada jarak yang jauh antara tahu, paham dan mau melakukan eaaa

rumah kardus agar kucing hangat lengkap dengan nama mereka


Tidak menyukai kucing bukan berarti saya bisa mengatakan 'tidak' secara semena-mena kepada Aro akan kegemarannya dengan hewan ini. Sebab, binatang ini juga yang menemani Aro melewati hari-hari sendiriannya selain buku saat teman-teman kompleksnya tidak ada yang bermain karena sekolah. Mereka hanya boleh keluar di Sabtu Minggu atau hari libur saja.


Berbicara dan saling membayangkan ada di posisi yang lain adalah satu hal yang mungkin dilakukan. Mencoba tidak langsung berkata 'tidak' meski tidak menyukai akan sesuatu.


Kadang, kita pun tidak melulu berkubang dalam kenyamanan. Perlu keluar dan melihat kemungkinan-kemungkinan menarik yang bisa saja terjadi saat mencoba tidak mengatakan 'tidak'. Mengikuti hal-hal tak terduga terjadi. Saat kita mengubah satu kebiasaan, ada hal berbeda muncul, hal yang tidak biasa ada dalam keseharian.


Aro pun perlu memikirkan keberatan saya akan kotoran kucing-kucing tersebut. Berempati agar kegemarannya tidak merugikan yang lain. Secara prinsip, masing-masing anggota keluarga kami boleh mengeksplorasi banyak hal namun tetap memikirkan kepentingan anggota keluarga yang lain.


Obrolan berlangsung cukup lama. Masing-masing menyampaikan argumen tentang nasib Billy, Fish,y dan Johnson. Pertanyaan yang menjadi kesimpulan: Bagaimana kucing-kucing itu bisa nyaman di teras tapi tidak buang kotoran sembarangan?


Kami membiarkan Aro untuk memikirkan apa solusi yang bisa ia temukan. Sampai kemudian Obi menawarkan solusi untuk membeli pasir kucing. Hm…barang yang juga asing bagi kami jadi tidak ada ekspektasi muluk tentang pasir ini. Biasa saja. Setelah pasir kucing datang, Aro menyiapkan kotak di pojokan teras. Ia yang akan bertugas membersihkan kotoran kucing setiap pagi dan sore hari.

wahana bermain untuk kucing juga dibuat.


Urusan kucing ini memberi pengalaman baru bagi kami bagaimana membangun kesepakatan dalam keluarga. Menganalisis masalah, menyediakan ruang untuk berargumen, lalu menyepakati sebuah keputusan. 


Baru ketika kesepakatan awal itu bisa dilakukan, maka kami bisa menuju ke kesepakatan berikutnya sambil melihat dan mengamati bagaimana kondisi itu berjalan. Apabila lancar maka ada kemungkinan kucing-kucing itu tetap berada di teras. Namun, jika situasinya tidak mendukung, bisa jadi kami pun perlu mencari jalan yang lain.


Menggeser perspektif dan tidak tergesa melarang atau mengatakan 'tidak' pada sesuatu itu kadang menjadi jalan untuk menemukan keseruan-keseruan dalam petualangan homeschooling. Keseruan yang berantakan dan tidak rapi atau linear pastinya.



0 Komentar