Cerpen itu apa ? Lalu cergam itu apa ? Cermis ? Kalau “bimbang” artinya apa ? “Terkesima” ? “Bercengkerama” dan “berbincang” apakah sama ? Rentetan pertanyaan yang muncul hampir setiap hari. Aro lagi senang membaca Bobo, majalah yang pertama kali terbit tahun 1970-an. Hampir setiap hari ia membaca Bobo sebagai selingan bacaan komik seperti Doraemon atau Miiko.


Sebenarnya majalah Bobo itu sudah lama di rak buku tidak pernah membuat Aro tertarik mengambilnya. Tidak tertarik atau belum menemukan alasan yang tepat untuk membacanya. Aro lebih memilih membaca buku cerita atau komik. Kami pun tidak memaksanya atau menyorongkan untuk ia baca dengan alasan buku itu bagus dan bla bla bla. Walaupun terkadang butuh perjuangan, kami memilih untuk mempercayai bahwa ia akan mengambilnya. Entah kapan.


Satu ketidaksengajaan mengawali kisah pertemuannya dengan majalah Bobo. Saat ngobrol sembari makan, saya bercerita tentang bacaan masa kecil mulai dari cerita silat, Donald Bebek, majalah hingga komik. Bobo masuk dalam daftar bacaan masa kecil saya. Menyebutkan beberapa cerita kegemaran saya dengan banyak karakternya. Ada keluarga kelinci (Emak, Bapak, Bobo, dan kerabat lainnya), Paman Kikuk, Husin, dan Asta, Oki Nirmala, sampai si Sirik dan Juwita. 



komik lama : Si Sirik dan Juwita

Dari sekian banyak tokoh cerita, Pak Janggut adalah satu karakter yang paling berkesan bagi saya. Petualangannya seru dan menegangkan. Tapi yang memantik imajinasi adalah buntalannya. 


Mengkhayalkan punya buntalan ajaib yang bisa mengeluarkan banyak hal-hal menyenangkan itu luar biasa sekali. Menakjubkan! Saat lapar, maka keluarlah roti lengkap dengan selai atau preservenya. Sedap sekali. Saat ingin jalan-jalan, keluarlah tiket berikut dengan hasil rapid test dan voucher menginap (hahahaha). Saya ingat bagaimana dulu mengandaikan sarung ayah sebagai buntalan Pak Janggut dan gagang sapu patah menjadi tongkatnya. 


Mendengar cerita sedikit konyol ini Aro dan Obi berseloroh. "Mirip kantong ajaib Doraemon", kata Aro. Obi pun menanggapi kalau benar punya buntalan seperti itu akan enak sekali, bisa ngirit, makan enak, dan tabungan membengkak. Hahahaha, kami pun terbahak.

Karakter kegemaran : Pak Janggut dan Bona 

Cerita ringan tentang masa kecil ternyata mampu menggerakkan Aro untuk meraih bundel lawas Bobo yang ada di rak buku. Bundel yang tebal karena ada sepuluh edisi majalah yang dijadikan satu. Cukup besar dan berat. Walaupun tidak efisien dipegang, alih-alih mengeluh, Aro menenteng bundel itu kemana-mana. 


Meskipun alasan awalnya sangat personal -  keingintahuan merasakan bacaan ibunya saat kecil - Bobo kemudian menjadi kegemarannya. Selain membuka cakrawala bacaannya lebih luas, Bobo pun memiliki andil cukup besar dalam menambah kosakata bahasa Indonesia Aro. 


Banyaknya rubrik di sana memungkinkan kemunculan pertanyaan setiap hari. Ada saat-saat kami pun asyik mengisi TTS (teka-teki silang) yang ada, tiba-tiba bermain dress up menyerupai satu dua karakter, atau juga makan snack sambil mengandaikan diri masuk menjadi satu karakter dalam sebuah cerita atau mempertanyakan alur cerita yang ada. 


Curiousity. Satu kata sakti yang membawa perjalanan belajar setiap anak. Rasa ingin tahu yang luar biasa efeknya. Apalagi saat dilunaskan, seakan tidak ada satu hal berat untuk dilakukan. Tidak terasa juga 'belajar' sebab menyatu dengan kegiatan sehari-hari.


Sampai disini saya sependapat dengan John Holt dalam bukunya How Children Learn bahwa yang penting adalah menyadari bahwa anak-anak belajar secara mandiri, bukan dalam kelompok. Mereka akan belajar tentang minat dan keingintahuan bukan untuk menyenangkan atau menenangkan orang dewasa (guru atau ortu). Dalam belajar, anak-anak harus mendapatkan ruang untuk mengendalikan pembelajaran mereka sendiri. Artinya, mereka bisa memutuskan sendiri apa yang ingin dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya.


Pada kasus Aro, saya memberi waktu seluas-luasnya untuk menikmati majalah ini (satu keuntungan tidak sekolah adalah tidak dikejar-kejar tugas dan waktu 😄). Belajar mempercayai apa yang dibacanya tanpa menyarankan baca ini dulu baru itu. Dari satu bundel, kami kemudian memiliki beberapa bundel untuk sebuah kegembiraan.


Meski terlihat membebaskan, saya tidak membiarkannya tanpa pendampingan. Saya dan juga Obi menyiapkan diri untuknya kapanpun ia membutuhkan. Aro tahu kalau dia bisa menghampiri saya untuk berbagi sukacita dan ketakutannya, bertanya hal yang tidak dipahami, mengajak membuat prakarya, atau bahkan minta cemilan. Istilah seorang teman, manusia palugada (apa lu mau gue ada 😆)


Dari sini kami belajar tentang bagaimana anak belajar. Salah satunya bagaimana ia mengenal bacaan. Ada kalanya kami membuka koleksi bacaan lama sebagai bacaan bersama. Kami mencoba untuk tidak membatasi bacaan Aro sejauh itu masih sesuai dengan usia perkembangannya dan tidak mengandung unsur kekerasan. Mengikuti kemanapun ia ingin mengembangkan pengetahuannya walaupun kadang kami harus terengah-engah dengan banyak pertanyaannya. 


Bacaan apa yang anda sukai di masa kecil ? Jangan-jangan, dari bacaan inilah inspirasi dan kreativitas anak-anak muncul. Yuk, berbagi cerita dengan anak-anak kita tentang majalah atau buku kegemaran😊

0 Komentar