"Aro, main yuk!" ajakan ini hampir setiap hari terdengar. Ketika jam sudah menunjuk di angka 3 sore hari. Biasanya, Aro akan segera keluar menanggapi panggilan temannya itu lalu pamit untuk bermain bersama anak-anak di kompleks perumahan sampai sekitar jam 5-an. Jam 5 adalah batas waktu dia boleh main di luar. 


Rutinitas main sore hari tersebut (untuk sementara) tidak bisa dilakukan. Pandemi yang entah kapan berakhirnya ini mulai merambah klaster keluarga. Namun masih ada anak-anak kompleks yang bermain bebas tanpa masker, termasuk G yang selalu memanggil Aro setiap sore mengajak main. 


Untuk Aro, punya teman main di lingkungan baru yang sebulan ini kami tempati merupakan sebuah kegembiraan. Lagi senang-senangnya main bersama, ia terpaksa menerima permintaan ortunya untuk tinggal di rumah. Jelas bukan hal yang mudah. Juga sejujurnya sangat menjengkelkan sehingga tak jarang ia uring-uringan. Kami pun mencoba menemukan jalan keluar dari situasi ini.


"Aku pakai masker kok, Nda. Juga cuci tangan. Boleh main ya, sebentar saja", rengekan Aro saat awal-awal kami memintanya di rumah ketika temannya memanggil-manggil di pagar untuk mengajak main bersama. Saya dan Obi memilih untuk tetap tidak memperbolehkan ia keluar. Aro paham bahwa keputusan ortunya tak bisa ditawar. 


Ia merasa jengkel. Ketemunya ayah dan bunda lagi, membosankan. Padahal ada teman main yang memanggil-manggil di luar. Biasanya, dia akan masuk kamar dan diam saja di dalam cukup lama sambil membaca komik Doraemon yang sedang digemarinya.  


Situasi yang juga serba salah bagi kami. Kebutuhan main di luar dan resiko penularan corona menjadi dua hal yang selalu butuh dikomunikasikan. Aktivitas para orang dewasa di kompleks pun menjadi pertimbangan. Mobilitas cukup tinggi dan tidak tahu kemana saja. Padahal situasi Depok, tempat kami tinggal sekarang,  sedang tidak menentu. Merah dimana-mana. 

satu kegiatan bersama di saat pandemi

Ngobrol adalah salah satu cara kami memberi pengertian pada Aro selain memberinya bacaan terkait covid-19. Sebab menurut kami, jika hanya membaca saja bisa jadi kurang mengena.  Diperlukan pembicaraan yang dilakukan berkali-kali, baik yang sepintas dan singkat atau juga obrolan agak panjang untuk membuatnya menjadi kongkrit, tidak sekedar gambaran samar-samar, mengenai virus ini. 


Dari ngobrol itu pula, kami mendengar cerita dari Aro tentang temannya yang mengatakan bahwa berita tentang covid-19 itu bohong. Aro mendengarnya saat seorang teman mengomentarinya yang kemana-mana pakai masker, bahkan saat naik sepeda. Menurut kakek temannya, naik sepeda pakai masker itu berbahaya sebab membuat sulit bernafas. Kami tahu asumsi itu tidak benar.


Seorang teman lain, yang hampir setiap sore mengajak main dan ditolak dengan baik-baik, menjadi jengkel juga. Ajakan yang selalu ditolak membuatnya mengatakan kalau hidup Aro itu ga asyik. Kasihan di rumah terus, ga bisa main. Seloroh yang jelas buat Aro jengkel juga.  


Saya hanya mengamati tanpa keluar atau pun berkomentar. Mencatat sih iya. Realita kehidupan anak-anak dan dinamikanya.


Kontradiksi seperti ini yang memang harus diobrolkan. Hitung-hitung sarana belajar juga sebab belajar bisa dimana pun dan tentang apapun bukan ?  Belajar tidak hanya sebatas baca buku atau mengerjakan tugas saja. Melihat realitas di kehidupan sehari-hari dan bagaimana meresponnya pun termasuk kegiatan belajar bagi kami. 


Tentang makna berita bohong, reaksi orang per orang yang berbeda-beda terhadap pandemi (covid-19), dan bagaimana keluarga kami menyikapinya adalah hal-hal yang kami obrolkan bersama. Tidak selalu dalam suasana serius, selintas sambil tiduran pun jadi. 



Saya dan Obi memilih untuk tidak langsung menunjuk ke salah benar. Namun memilih memberi kesempatan pada Aro untuk berefleksi sendiri dari apa yang sudah kami obrolkan bersama. Kadang, kami juga memperlihatkan hal-hal kreatif yang dilakukan orang-orang mengenai virus corona ini. Seperti seorang ibu, Stefanie Thrilling, yang menggambar ulang buku-buku anak koleksinya yang disesuaikan dengan kondisi sekarang Stefanie. Atau juga lagu soundtrack film sound of music yang diubah liriknya sehingga memberi pesan-pesan menarik tentang virus ini sound of music covid-19


Melarang main di luar namun membiarkannya sendirian tanpa diajak beraktivitas dan hanya ditemani gawai atau di suruh main sendirian sepanjang waktu sangat tidak adil bagi anak-anak. Seakan mereka dilepaskan di dalam rimba raya yang membingungkan dan menakutkan. Karena kebetulan anak tunggal, tidak ada saudara yang bisa diajak main bareng di rumah, tidak ada kegiatan BDR (sekolah daring) karena memang tidak sekolah formal, maka kami memilih mengatur ritme untuk sedapat mungkin menemaninya. Meski tidak menemaninya seharian penuh, sebab saya dan Obi pun memiliki aktivitas masing-masing, ada waktu yang  kami sisihkan untuk  benar-benar bersamanya,  entah bermain bersama, berkreasi, olahraga, atau sekedar membaca sambil tiduran. 


Pandemi ini memang membuat situasi tidak mudah bagi hampir semua orang termasuk anak-anak. Maka membangun ruang komunikasi sebagai sebuah keluarga atau tim merupakan hal penting untuk  melewati situasi ini. Semoga kita semua bisa kuat dan pandemi ini pun segera berlalu.

0 Komentar