“Nda, aku mendengar kata-kata bunda dan ayah kemarin”.

“Hm…?”

“Mengapa ayah dan bunda memutuskan aku tidak sekolah sejak aku belum lahir”.

Kaget juga di perjalanan mau berkegiatan pramuka muncul pertanyaan ini. Pertanyaan bukan dari orang lain namun dari anak yang jalur pendidikannya kami putuskan secara sadar belajar secara mandiri di rumah. Subyek yang menjalani yang bertanya, bukan orang lain. Wajib dijawab pastinya.
Kami pun ngobrol. Satu aktivitas wajib di keluarga kami. Tentang belajar yang bisa dimana saja, bebas waktunya. Tentang belajar itu banyak caranya, ada yang berangkat ke sekolah dan ada yang tidak, seperti yang ayah bunda pilih untuk Aro. Meski temanya lumayan ‘berat’, kami bicara seperlunya. Kalau Aro sudah puas dengan jawabannya, saya pun tidak memperpanjang obrolan.  Namun, bila pertanyaan semacam ini muncul lagi maka mari kita kembali berbicara. Menggesekkan ide dan pandangan tentang kebebasan dan belajar dengan cara yang lebih menyenangkan.

Memutuskan mendidik mandiri anak di rumah memang kesepakatan saya dan Obi. Konsekuensinya adalah kami harus belajar dan berani bertanggungjawab akan proses belajar Aro. Sebab bila ada gagal atau sesuatu yang tidak benar, kami adalah orang pertama yang bersalah, tidak bisa menunjuk sekolah, guru atau lingkungan. Sedikit nekad mungkin ya.

Belajar apa itu dan bagaimana homeschooling  salah satu cara yang saya lakukan adalah berguru pada yang sudah lebih dulu menjalani, selain membaca tentunya. Saya ikut webinar rumahinspirasi selama hampir satu tahun. Dua kali seminggu dengan beberapa tema. Pengampunya praktisi homeschooling Mas Aar dan Mba Lala.

Satu hal yang harus dilakukan saat memutuskan homeschooling menurut kedua praktisi tersebut adalah tentang mindset.

Pola pikir kita. Homeschooling tidak memindahkan sekolah ke rumah sebab atmosphere dan situasinya memang berbeda. Homeschooling adalah model pendidikan alternatif yang berbasis keluarga. Meskipun dilakukan oleh keluarga, homeschooling legal dan dilindungi undang-undang. Karena berbasis keluarga, model homeschooling beragam tergantung nilai dari keluarga masing-masing. Mas Aar mengarisbawahi pula bahwa pendidikan alternatif ini bukan solusi instan bagi anak-anak yang memiliki masalah di sekolah sebab solusi itu bisa bermacam-macam tergantung cara pandang masing-masing, tidak tunggal.

Bagi saya sendiri, mengubah pola pikir itu bukan sesuatu yang mudah. Bagaimana pun, saya murni produk sekolah. Sering cara berpikirnya masih ‘sekolahan’, terutama saat kelelahan. Seperti kekhawatiran akan kemampuan Aro, apakah sudah sesuai dengan usianya ataukah belum. Kekhawatiran model belajar kami yang terlihat ‘santai’ dan bermain-main ini mampukah menfasilitasi proses belajar Aro secara maksimal dan seabreg kegalauan lainnya.. Kalau sedang di kondisi ‘down’ begitu, saya jeda untuk kebaikan semua. Curhat alias ngeluh sedikit-sedikit kepada Obi atau bertemu dan berbagi kegalauan dengan  teman-teman di komunitas.

Lho, homeschooling itu ada tidak enaknya ya? Bukannya di sosial media itu seru-seru dan jalan-jalan kemana-mana melulu?

Dulu, sempat ada pertanyaan seperti ini dari seorang teman. Dia berniat ikut tidak mengirimkan anaknya ke sekolah karena melihat ‘enaknya’ tidak menyekolahkan anak.

Menurut saya sebenarnya sesuatu yang terlihat  terlalu bagus atau terlalu indah apalagi di sosial media adalah hal yang patut kita telisik lebih dalam. Benarkah begitu ? Atau jangan-jangan itu hanya di permukaannya saja dan di balik yang indah dan menyenangkan itu sama ruwetnya dengan halaman belakang rumah kita ?

Memilih homeschooling bagi kami pertimbangannya tidak senang melulu apalagi ikut-ikutan karena lagi trend atau sakit hati dengan lembaga formal. Memutuskan homeschooling berarti menerima satu paket dengan lelah dan pusingnya. Homeschooling diibaratkan sebagai lari marathon. Panjang perjalanannya dan perlu stamina bagus. Apalagi kita tidak hanya memikirkan sisi finansialnya namun juga kelancaran proses belajar termasuk metode dan kurikulumnya anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.

repot banget gitu kok masih nekad homeschooling ? iya juga. Namun mengamini Idrus di novelnya Banyak Jalan Menuju Roma, kami pun percaya bahwa tujuan pendidikan bila ditempuh dengan banyak jalan. Mendidik sendiri anak di rumah salah satunya. Tidak ada yang paling baik atau sempurna sebab kesempurnaan hanya milik Tuhan semata.

Semangat 😊

0 Komentar