Pak Sayur dan Plastik
“Pak Tarno masih pakai plastik
lagi. Padahal, Bunda sudah membawa tas dan kotak sendiri”, keluh Aro. Pak Tarno
adalah pedagang sayur keliling langganan di komplek kami tinggal. Jamak di
sini, semua pedagang sayur mengemas hampir semua barang jualannya dengan
plastik. Lebih mudah dan praktis untuk mereka gelantungkan di gerobaknya ketika berkeliling.
Juga ‘murah’.
Isu sampah memang memusingkan
dan menjadi bahasan dimana-mana. Pada kegiatan-kegiatan kumpul bersama teman
komunitas, kami mencoba membawa wadah dan botol minum sendiri. Berusaha mengurangi
kemasan plastik meski tidak mudah. Selain
mbenteyot,ribet, juga hampir semua makanan dijual dalam kemasan.
Aro pun terpapar kondisi ini. Beberapa
istilah seperti no plastic, zero waste, bawa wadahmu sendiri cukup
familiar untuknya. Saya memilih santai dan memperhatikan reaksinya. Menjawab bila
memang dia mengajukan pertanyaan. Mendiskusikannya bila memang ada hal-hal yang
saya anggap perlu untuk diperjelas.
Seperti ketika Aro mengungkapkan
ide untuk tidak belanja lagi ke pak sayur sebab mereka masih membungkus semua
dagangannya dengan plastik.
“Mengapa ?” tanya saya waktu itu.
“Ya, agar kita tidak menumpuk plastik
di rumah. Nanti banyak sampah dimana-mana”. Saya mengangguk mengiyakan.
“Tetapi Ro, pak sayur itu berjualan untuk mencari rejeki. Dia berjualan untuk bisa memberi makan keluarganya. Di rumah, ada anak, istri atau jangan-jangan keponakan juga. Kalau tidak ada yang mau membeli dagangannya, lalu bagaimana mereka hidup?”
Aro diam. Cukup lama. “Aku
tidak tahu, Nda”.
Ya, sulit memang. Di satu sisi
kita ingin sedikit saja mengurangi plastik. Namun, di sisi lain ada orang-orang
yang hidupnya bergantung dari dagangan berkemasan
plastik. Pedagang-pedagang kecil seperti pak sayur, penjual gorengan, atau juga
pedagang mainan lima ribuan. Pilihaan ada di kita. Apakah mau tetap dengan sikap
no plastic dengan tidak membeli dagangannya, ataukah tetap membeli
sambil memikirkan cara lain sebagai solusi. bagaimana pun, mereka hanya pedagang
kecil yang mengkais sedikit rejeki.
Saya pun hanya bisa menghela
nafas sambil melirik deretan kemasan praktis sekali pakai produk unilever,
indofodd, dan teman-temannya. Mereka jauh lebih merusak...
0 Komentar