warna urine

“Nda, pipisku warnanya kuning bening!” teriak Aro dari dalam kamar mandi. Kepalanya melongok keluar. Saya menanggapi dengan acungan jempol dan senyuman. Aro pun puas. Kepalanya hilang kembali di balik pintu.

Kegiatan sederhana yang hampir 3 bulan ini kami lakukan. Mengecek warna urine terutama bila sudah melewati jam dua belas siang.


Obrolan ini muncul saat mengetahui warna urine Aro berwarna kuning pekat pada malam menjelang dia tidur. Kuning pekat adalah tanda air yang diminumnya pada hari itu kurang. Akhirnya, tema pembicaraan sebelum tidur adalah kebutuhan tubuh akan air. Temanya terlihat berat ya ? Jangan membayangkan kami bicara sambil duduk berhadapan. Percakapan kami lakukan sambil tiduran, juga diselingi candaan. Bercerita santai tentang tubuh yang sebagian besar terdiri dari cairan. Apa akibatnya bila tubuh kekurangan cairan karena kurang minum.

Ada saat saya menjangkau buku ketika pertanyaan yang terlontar cukup sulit. Membuka dan membacakan halaman yang diperlukan kemudian ngobrol lagi.

Melihat kecukupan akan cairan oleh tubuh memang ada beberapa cara. Bisa dengan menghitung berapa gelas air putih yang sudah diminum. Aro menolak cara ini sebab menurutnya susah sebab dia sering lupa. Menghabiskan air di botol minum pun sering gagal dengan berbagai alasan. Akhirnya, saya pun menujukkan gambar tentang warna-warna urine sebagai indikator tubuh. Memintanya melihat sejenak urine yang dikeluarkan sebelum menyiramnya.

Aro cocok dengan model belajar ‘tengok urine’ ini. Dia akan bersorak girang saat tahu warnanya kuning bening. Merasa sedih bila masih kuning pekat sebab artinya lalai minum. Biasanya terjadi kalau keasyikan melakukan sesuatu atau bermain. 

Mendekatkan dan memberi makna akan sesuatu yang dipelajari kepada anak menurut saya mutlak. Agar mereka tidak hanya ‘sekedar tahu’ atau hafal namun tidak memahami mengapa hal tersebut harus dipelajari dan apa kegunaanya. Selain juga membangun kebiasaan baik yaitu hidup sehat.

Sudahkah kita tengok urine hari ini ? Apa warnanya ?

0 Komentar