Tanam Saja
“Nda, pohon markisanya sudah
berbunga, bagus sekali!” sorak Aro melihat bunga putih dengan warna ungu di
tengah dan putik yang unik. Kegembiraannya menular. Saya pun takjub. Ternyata
biji-biji yang disemai akhirnya berbunga.
Aktivitas sederhana yang dua
tahun terakhir ini kami lakukan. Menimbun sesuatu yang tersisa dari apa yang
kami makan ke dalam tanah. Entah berupa biji, sisa batang, akar, atau umbi.
Awalnya hanya untuk memperlihatkan ke Aro tentang keajaiban yang muncul dari
dalam tanah setelah kita menimbun sesuatu. Bagaimana tunas muda yang rapuh bisa menjadi
tumbuhan yang kuat.
Kegiatan yang ternyata membawa
keseruan dan kegembiraan sehingga berlanjut sampai sekarang. Aneka tumbuhan
kebutuhan dapur muncul di kebun kami. Cabai rawit, cabai merah, terong, kunyit,
lengkuas, kencur, jahe, bayam, kangkung, ginseng jawa, nenas, bunga telang, dan
beberapa buah-buahan. Cukup rimbun untuk membuat beberapa burung senang hinggap
dan bersiul pagi dan sore hari juga serangga beterbangan di sela-sela bunga
yang mekar.
Berawal dari cerita masa kecil
saya kepada Aro. Waktu itu saya sangat takut ketika tanpa sengaja menelan biji
tomat. Ketakutan yang muncul karena sebuah cerita – saya lupa judulnya –
seorang anak yang tumbuh buah tomat dikepalanya. Saat itu saya baru saja makan
tomat dan menelan semua bijinya. Beberapa hari rasa takut dan khawatir pohon tomat akan
benar-benar muncul di atas kepala menghantui. Sesuatu yang sebenarnya konyol
sekali. Entah bagaimana ilmu hayat saya dulu. Cerita yang membuat Aro penasaran
itu menjadi pintu masuk kegiatan ini. Bagaimana sebuah pohon bisa tumbuh ?
Rasa penasaran yang berubah
pada sebuah aksi nyata. Menanam. Awalnya Aro enggan. Buat apa? Apalagi yang
ditanam adalah sisa-sisa bahan makanan. Bukan dari benih yang dibeli dari toko.
Kurang menarik. Saya tertawa melihat
reaksinya. Melihat penampakannya, benih dalam bungkus memang lebih mempesona. Saya
pun setuju.
Tetapi saya tidak kurang akal.
Ga nyerah begitu saja dengan keengganan Aro. Tidak menyekolahkan
anak itu membuat kami masuk golongan orang-orang
keras kepala juga ternyata. Sambil menanam, saya bercerita bagaimana Yangkung
(ayah saya) senang sekali menanam.Yangkung adalah satu tema favorit. Apapun
yang berkaitan dengan orang-orang yang dikenalnya, Aro senang mendengarkan. Bagaimana
Yangkung dulu senang sekali menanam. Bila ada orang yang memiliki tanaman
dengan buah lezat dan disukainya, beliau tidak minta buahnya, tetapi biji atau
benihnya untuk ditanam.
“Mengapa ? Kan lama
menunggunya tumbuh dan berbuah ?”
“Benar. Tetapi dengan menanam
akan banyak buah yang didapat dan tidak hanya Yangkung yang menikmati. Anak, cucu,
dan tetangga juga. Bunda senang sekali dulu mendengar suara ‘buk’ dari manga yang
jatuh di pekarangan lho”. Aro pun terkekeh mendengarnya.
Ngobrol, bercerita,
sambil mengubur sisa-sisa bahan makanan menjadi hal yang biasa akhirnya. Selow
sekali. Kami pun senang dengan rutinitas menyiram dan memperhatikan
pertumbuhan tanaman yang ada dari waktu ke waktu. Beberapa kata seperti nektar,
putik, benang sari, tanaman merambat, sulur, menjari, semburat, dan
lainnya muncul dari sana.
Bahan obrolan kami
acak. Kadang juga ada sesi berhitung dan tambah kurang atau mengkaitkan dengan
cerita pada sebuah buku yang pernah dibaca. Lama dong ? Tergantung
situasi dan respon Aro. Kadang bisa sampai satu bahkan tiga jam, tetapi tak jarang kurang dari
lima menit. Berawal dari cerita obrolan ringan bisa melompat ke mencari buku untuk
mendapat pengetahuan lebih mendalam dari hal yang sedang diobrolkan atau membuka
kanal youtube bahkan mesin pencari. Ada saat dia hanya sekedar want
to know. Mau tahu hanya sekedarnya. Reaksi yang biasa keluar adalah kata
waw atau bagus ya, titik. Tidak lebih. Reaksi ini tanda saya tidak perlu
susah-susah mendetailkan sesuatu. Hanya akan sia-sia saja. Jika saya memaksa ‘tetap
bersemangat’, alih-alih senang, ujung-ujungnya senewen dan kesal sendiri. Aro
menderita, saya pun sengsara.
Yang paling penting dari
kegiatan sederhana ini adalah memberinya makna. Mengamini John Holt, sebagus apapun sebuah
tema belajar, kalau tidak terkait dengan kehidupan nyata anak-anak, sebenarnya
absurb. Mungkin ada yang mereka pahami namun banyak hal yang terlupakan. Saya banget
ini sebab banyak pelajaran masa sekolah yang menguap tidak teringat sama
sekali padahalnya perlu bertahun-tahun njemunuk mempelajari (atau
menghafal?)nya.
Ada lagu favorit dari Nosstres
yang sering kami putar dan dengar bersama-sama. Bersenandung sambil menanamkan
sebuah ideologi, kami pikir sah-sah saja.tanam saja
Aku merasakan ini
Kamu tahu aku sakit hati
Melihat semua mati di hadapanku
Dan yang tersisa cuma debu
Ini serius
Tentang bumi ini
Alam ini
Dan kebun di depan rumahku
Tentang pohon pisang
Tentang rumput liar
Tentang capung, tentang burung
Tentang kenyataan bahwa semuanya tak seindah dulu
Kita harus menanam kembali
Hijau saat ini dan nanti
Kita harus menanam kembali
Satu saja sangat berarti untukmu
Tanam saja
Tanam sajalah
tanam saja
tanam sajalah
Tentang bumi ini
Alam ini
Dan kebun di depan rumahku
Tentang pohon pisang
Tentang rumput liar
Tentang capung,…
0 Komentar