Di dinding facebook, seorang teman  mengunggah tentang perjalanan muridnya sebagai salah satu delegasi di acara Kongres Anak di Belitung Timur beberapa waktu lalu. Saya tertegun membaca hasil dari obrolan mereka. Anak-anak yang dalam definisi umum adalah semua manusia yang belum mencapai usia 18 tahun itu.


Saya membayangkan serunya anak-anak perwakilan dari seluruh penjuru tanah air itu berkumpul  ngobrol tentang mereka dan kebutuhan (hak)nya. Mantul pasti! Obrolan  tidak hanya tentang sepatu, baju, gawai, atau tempat nongkrong yang instagrammable di daerahnya masing-masing tentunya dilihat dari hasil yang mereka publikasikan. Mereka bicara tentang hak sebagai manusia, warga negara.

Iseng saya mencoba mencari tahu tentang acara tahunan anak ini di internet. Sempat menjadi berita memang di beberapa situs namun tidak cukup menggema. Apalagi ketika mencoba memakai alat peramban google, yang muncul lebih banyak foto-foto seremonial. Isunya tertelan isu lain entah mengapa.


Padahal, hasil dari kongres anak tesebut patut sebagai bahan renungan para orang tua juga pemangku kebijakan. Cukup aktual dan sesuai dengan masa-masa sekarang. Anak-anak tersebut mampu menanggapi fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya saat-saat sekarang. Mereka tidak cuek atau tidak mau tahu. Mereka pun tidak sedang baik-baik saja. Mereka bersuara.

Derasnya arus informasi, kondisi menjelang pilpres, dan lingkungan yang semakin tidak toleran adalah realitas yang kita hadapi sekarang ini. Anak-anak mau tidak mau  terpapar kondisi tersebut dan merasakan akibatnya baik langsung maupun tidak. Sebagian mungkin merasakan, sebagian yang lain mungkin biasa saja atau malah tidak tahu sama sekali. Untuk anak-anak yang cukup kritis, mudah mengakses informasi (baik dengan gawai atau melihat berita di televisi), dan mulai memasuki usia delapan keatas, mereka pasti terdampak.  Ada yang mulai merasakan perasaan tidak aman, bergaul tidak lagi nyaman, bahkan disisihkan/perundungan. Mereka menyuarakan kondisi tersebut dalam kongres yang mewadahi aspirasinya.

Hasil yang patut kita renung dan pertimbangkan. Kita mungkin sudah sering membaca buku-buku parenting atau bahkan menjadi penulisnya. Entah berapa worshop, pelatihan atau seminar pola asuh yang sudah kita  ikuti. Banyak ilmu dan bekal memang. Dari sumber terpercaya, orang dewasa yang bahkan perjalanan hidup keluarganya sangat menginspirasi kita dalam mendidik anak-anak dengan segala kesuksesannya.

Namun, kapan terakhir kali kita duduk mendengarkan dengan sabar cerita dari anak-anak ? Meluangkan waktu mendengar perasaan dan pikiran mereka tanpa tendensi dan sok tahu sebagai orang tua. Duduk fokus tanpa gawai atau pikiran kemana-mana, hanya untuk mendengar mereka bercerita.

Membaca hasil kongres ini bagi saya pribadi adalah saat-saat saya pun evaluasi diri. Meski Aro masih usia dini, tetap dia adalah manusia dengan segala haknya. Orang dewasa pertama yang wajib memenuhi kebutuhan tersebut adalah orang tua. Namun, orang pertama yang melakukan pelanggaran terhadap hak anak pun kerap kali orang tua juga.

Teringat kemarin terlibat pembicaraan dengan seorang anak. Masih 7 tahun. Dengan bersemangat dan mengebu-gebu dia bercerita tentang perang yang berkecamuk di Timur Tengah. Bagaimana kondisi perang  itu menggugah keinginannya pergi ke sana. Dia bahkan berencana mengajak teman-temannya. Untuk apa ? tanya saya waktu itu. Ikut perang, jawabnya mantap. Tetapi anak-anak tidak boleh ikut perang. Itu jihad, jadi tidak apa-apa. Siapa yang bilang ? Ayahku. Ayahmu dimana sekarang, apakah ikut perang ke sana ? Tidak, dia di rumah. Saya pun menghela nafas untuk sekedar menentramkan pikiran.

0 Komentar