Di Balkon Kita Bercerita
“Udaranya menjadi dingin,
Nda. Pasti ada tempat yang sudah hujan, ya ?” Saya hanya mengangguk. “ Nah,
itu! Burung-burung terbang cepat sekali. Sebentar lagi di sini juga hujan.
Lihat, mendungnya semakin tebal!”
Aro sibuk sekali dengan
segala pemandangan yang ada. Kami sedang di balkon. Duduk diantara tembok
pembatas antara balkon dan genteng rumah. Kegiatan sederhana namun menyenangkan
yang kerap kami lakukan. Tidak ada hal lain selain mengamati apapun dari tempat
tersebut dan memperbincangkannya.
Awalnya, Aro tertarik dengan
menara BTS yang bisa dilihatnya dari balkon. Menghitung berapa jumlahnya.
Melihat perbedaannya saat terang dan gelap hingga menemukan bahwa ada lampu
berkelip-kelip bila malam di sana dan biasanya berwarna merah.
Kemudian, iseng saya ajak untuk
naik ke tembok pembatas. Reaksi pertama yang muncul adalah penolakan karena
takut. Aro tipe anak yang sangat berhati-hati. Memahami ketakutannya, saya
tidak memaksa. Saya duduk sendiri di tembok namun tidak lama sebab Aro meminta
untuk segera turun. Berbahaya. Hm...
Esoknya, saya mengajaknya
lagi ke balkon. Membicarakan yang ada. Selintas, saya menawarinya naik. Cukup kaget
ketika dia mengiyakan sebab saya tidak mengira mendapat jawaban iya. Meski pun
sebentar, senang rasanya Aro mau mencoba naik tembok. Permulaan yang sebentar
namun diulangnya kembali esok hari dan esoknya lagi. Duduk di atas tembok
pembatas balkon melihat apapun yang terlihat dan lewat.
Seperti orang kurang kerjaan ya ? Apa yang didapatkan coba
dari duduk-duduk di tembok balkon ? Sudah berbahaya, rawan jatuh, juga membuang
waktu. Belum kalau nanti diteriaki tetangga hehehehe. Namun, ternyata seru lho. Seperti kita naik di dahan tinggi
sebuah pohon. Pemandangan yang terbentang berbeda dengan yang kita lihat bila
ada di bawah.
Jadi teringat dan
membayangkan Juli Baker di film Flipped yang
menangis dan sedih sekali ketika pohon kesayangan dimana dia suka memanjat
dahan tertinggi untuk melihat sampai dimana bus sekolah ditebang. Hanya orang-orang
yang suka memanjat pohon yang tahu sensasinya hehehehe.
Aro menyukai pengalaman ini.
Keseruan duduk di tembok balkon berlanjut. Seiring dengan semakin banyak hal
yang bisa kami lihat dan rasakan. Melihat matahari terbit, pelangi, gerhana
bulan, tanda-tanda alam saat mau hujan, burung-burung yang terbang kembali ke
sarang ketika senja, sampai menghitung kendaraan yang lewat di jalan atau
sekedar merasakan sensasi tempias air hujan dan melihat pohon-pohon yang meliuk
didera angin kencang.
Saya tidak tahu sebanyak apa
Aro merekam pengalaman-pengalaman ini. Satu hal yang pasti, dia menikmatinya. Kadang
hanya 3 menit dan meminta turun, namun kalau sedang senang bisa sampai 15 menit
kami duduk di sana. Kami tidak selalu bercakap-cakap, kadang malah saling tidak
berbicara satu sama lain. Duduk saja diam-diam sampai dia meminta turun.
Burung
terbang, ikan berenang ; manusia berpikir dan belajar. Oleh sebab itu, kita tidak
perlu “memotivasi” anak-anak untuk belajar, dengan merayunya, menyuapnya, atau
memakai cara-cara kekerasan. Kita tidak perlu selalu mengecek isi kepala mereka
untuk menyakinkan kita bahwa mereka sedang belajar. Kita hanya perlu
menghadirkan sebanyak mungkin pengalaman; memberikan bantuan sebanyak yang
mereka pinta dan perlukan; mendengarkan dengan penuh rasa hormat ketika mereka
ingin berbicara; dan lalu tinggalkan mereka. Kita harus percaya bahwa mereka
bisa melanjutkannya (John Holt – Bagaimana Siswa Belajar).
2 Komentar
Juli Baker yang naik pohon sikamore. Ehm ... waktu baca malah novel itu malah terbayang diri ku yang takut ketinggian :)
BalasHapusItu luka masa lalu hehehe
BalasHapus