Banyak tertawa dan bercanda. Satu catatan yang saya ingat sekali ketika mengikuti webinar pendidikan rumah anak usia dini dari rumah inspirasi.


Bergaul dan berkegiatan dengan anak usia dini syarat mutlaknya adalah banyak tertawa dan bercanda. Agar anak nyaman dan kegiatan yang dilakukan lancar.


Untuk sebagian orang mungkin itu sesuatu yang mudah. Apa susahnya hahahihi dengan anak-anak. Untuk sebagian lagi perlu sedikit latihan.


Namun, untuk  orang seperti saya ini, yang selera humornya buruk, terlalu serius, dan mudah marah (kata orang), anjuran itu perlu latihan dan kerja keras untuk mewujudkannya (lebay sedikit tidak apa-apa ya ? 😀).


Satu cara mewujudkan agar bisa banyak tertawa dan bercanda ini disarankan ayah Si Bocah adalah melihat film. Pastinya bukan film bergenre horor atau tragis. Bukan pula drama korea yang berjilid-jilid itu (takut kebablasan mengharubiru lupa kenyataan hehehe). Drama yang berbau komedilah. Seperti film ‘Life is Beautiful’. Film Roberto Benigni dengan mengambil latar Kota Arezzo, Italia di tahun 1939.

 

Bercerita tentang kehidupan seorang yahudi muda bernama Guido Orefice yang baru pindah ke Kota Arezzo untuk tinggal bersama pamannya. Seorang yang penuh kegembiraan dalam memandang hidup dengan ide-ide dan pemikiran yang sangat khas dirinya. Tidak meniru orang lain.


Lima puluh menit pertama yang penuh gelak tawa. Melihat segala tingkah polah seorang  jenaka.  Laki-laki yang berkeinginan membuka sebuah toko buku namun masih terkendala perijinan dan membuatnya bekerja sebagai pramusaji di sebuah restoran. Obrolan cerdas dan penuh humor kerap membuat pelanggan restoran terkesan dan senang dengannya.


Begitupun saat  bertemu dengan seorang guru muda bernama Dora dan jatuh hati dengannya. Usaha-usaha khas seorang Guido dengan keriangan, kekonyolan, dan orisinalitasnya untuk memikat hati sang ibu guru benar-benar membuat saya terbahak. Apalagi sapaannya yang melegenda. ‘Buongiorno Principessa!’


Kehidupan keduanya berjalan baik sampai memiliki satu anak laki-laki. Guido pun tidak menjadi pelayan restoran lagi namun telah memiliki sebuah toko buku. 


Keluarga menarik. Aktivitas pagi yang menyenangkan dengan sapaan khas ‘Buongiorno Principessa!’ yang menular pula pada anak laki-lakinya – Joshua -. Kegiatan heboh setiap pagi adalah mengantar Dora ke sekolah tempatnya bekerja dengan mengendarai sepeda kumbang dilanjut menunggui toko buku mereka. 


Perang dunia kedua sudah terjadi saat itu. Sentimen terhadap orang yahudi mulai bermunculan sejalan dengan kemenangan Nazi. Beberapa toko mulai menempel tanda larangan untuk orang yahudi berbelanja. 


Ketika Joshua mempertanyakan, dengan santai Guido menjawab kalau ada beberapa orang melakukan apa yang mereka sukai saja. Entah itu benar atau salah. Seperti melarang orang yahudi berbelanja, atau juga orang spanyol bahkan kuda dan kangguru, karena tidak suka.


Guido adalah yahudi. Joshua campuran karena ibunya bukan yahudi. Namun, anak balita itu tidak tahu. Ayahnya pun tidak pernah menceritakan tentang perbedaan ras ini. 


Pun, ketika sang ayah dipanggil untuk kesekian kali oleh pemerintah terkait keyahudiannya dan kemudian dikirim ke kamp. Joshua ikut. Menempuh perjalanan panjang dengan truk kemudian berdesak-desakan di kereta api bersama ratusan yahudi lainnya.


Antara tergelak dan tertempelak melihat bagaimana Guido dengan nekad dan penuh percaya diri maju menjadi penerjemah seorang tentara nazi yang menginformasikan aturan bagi penghuni kamp baru.


Guido tidak mengerti bahasa jerman. Namun, dengan santai dan serius, dia mengalihbahasakan semua yang dikatakan tentara tersebut sesuai dengan keinginannya. Kalimat-kalimat berisi aturan main dalam sebuah permainan yang sedang dia dan anaknya lakukan lengkap dengan poin dan hadiah yang didapat. Poin tertinggi akan mendapatkan tank sungguhan, bukan mainan seperti yang dimiliki Joshua. Hadiah yang membuat balita ini terbelalak dan sangat antusias.


Keriangan dan rasa aman yang ditujukkan Guido untuk melindungi anaknya. Seakan semua hanya sebuah permainan menyenangkan. Ayah yang luar biasa. Di tengah siksa kerja yang dialami, dia masih bisa menjaga kewarasan dan selera humornya untuk kebaikan si anak.  


Guido masih bisa tenang menanggapi Joshua yang bersembunyi dan dengan muram bercerita kalau mendengar tentang anak-anak, orang tua, dan laki-laki yang sudah tidak mampu bekerja dipanggang dalam sebuah ruangan untuk kemudian dijadikan sabun dan benik.


Sebuah cerita yang mengerikan dan nyaris tidak masuk akal karena tidak manusiawi. Orang dewasa saja akan ngeri mendengarnya, apalagi anak-anak. Joshua selamat saat itu karena dia memilih tidak ikut mandi dan diam-diam membuntuti ayahnya bekerja.


Guido cukup santai saat itu karena dia belum tahu. Ketika tanpa sengaja mengetahui kebenaran cerita Joshua, kepanikan melandanya. Apalagi ketika melihat Dora – istrinya yang meski bukan yahudi namun memaksa ikut ke kamp – diangkut truk. Dalam upaya menyelamatkan istrinya, Guido tertangkap.


Joshua melihat dari tempat persembunyiannya. Guido tahu Joshua melihat. Guido tersenyum dan mengedipkan mata yang dibalas Joshua dari tempat persembunyiannya. Sebuah salam perpisahan yang manis dan menyentuh. Meski tahu usianya tinggal sebentar, ayah jenaka namun bijaksana ini masih melekatkan keindahan dan senyum pada anaknya.


Joshua sangat menghargai dan berterima kasih atas usaha ayahnya ini. Hadiah terindah yang ayahnya berikan untuk keluarganya.




0 Komentar