Sehat-sehat ya, Nda
‘Bunda, apakah akan menganti
perban lagi ?’ tanya Si Bocah ketika melihat saya mengambil kasa dan alkohol di
kotak obat. Saya mengangguk. Si Bocah pun sigap mengikuti dan ikut membasuh
tangannya dengan alkohol, siap membantu.
Tidak banyak kata yang diucapkan
oleh anak empat tahun itu. Hanya memeluk saya sekilas dan berkata, ‘Sehat-sehat
ya, Nda’. Sesuatu yang selalu membuat hangat perasaan.
Beberapa saat yang lalu,
kami mendapat pengalaman baru. Banyak hal yang membuat kami belajar, baik
sebagai ortu maupun anak.
Si Bocah adalah pribadi peka
dan melankolis. Mudah sekali merasakan emosi yang dimiliki orang terutama saya,
ibunya. Bila saya sedih, ia akan ikut sedih bahkan menangis tersedu sambil
memeluk. Terlihat lebih mengenaskan daripada saya sendiri.
Kami menghargai kepekaannya.
Tidak mengolok, mencandai, atau pun menganggapnya buruk.
Kepekaannya ini membuat kami
pun belajar mengendalikan emosi. Tidak lebay
dalam menanggapi sesuatu (meski rasanya sudah mengkal sekali dalam hati), belajar menahan diri untuk tidak
memberi penilaian terhadap sesuatu terutama yang cenderung negatif terhadap apa
yang sedang terjadi, menungguinya dalam diam saat Si Bocah menangis
tersedu-sedu saat sedang sedih, belajar memilih dan membacakan cerita dongeng
yang riang sebab kalau ada adegan marah atau naas akan membuatnya pergi ke
sudut ruangan sambil prembik-prembik.
Sejujurnya itu tidak mudah.
Terutama bagi saya yang sangat ekspresif dan mudah panik serta kurang sabaran ini. Saya belajar. Belajar menjadi
lebih santai, mencoba tenang, dan terutama tidak memberi komentar (kadang
merasa perlu membawa banyak cemilan untuk pengalihan sebab bagian ini yang
sulit hehehe). Meski kerap gagal sebab emosi saya terpancing, namun ternyata
membawa pengaruh juga di Si Bocah. Dia menjadi lebih bisa mengendalikan
emosinya.
Pengalaman sakit kemarin
membawa saya pada kesadaran akan betapa pekanya Si Bocah. Balita ini memahami
bagaimana kerepotan dan keperluan ortunya saat saya menjalani pemeriksaan meski
tidak mengetahui detailnya. Yang dia tahu ibunya kurang enak badan.
Kami bertiga. Saya tidak
menyangka sebenarnya akan menjalani pemeriksaan cukup lama. Saya mengira paling
lama 3 jam sebab dapat antrian di awal. Faktanya, kami harus di sana sejak awal
sampai pulang ketika pasien terakhir selesai diperiksa sebab ternyata saya
harus menjalani operasi esoknya. Hampir 7 jam.
Saya lelah, bosan, takut,
deg-degan, dan beragam perasaan campur aduk. Namun, melihat kesabaran dan tekad
bulat Si Bocah menemani, alih-alih menjadi melankolis, saya memilih bercanda, ngobrol santai, dan makan cemilan
bersamanya. Malu bila harus cengeng atau
mengeluh sebab ada anak kecil yang setia menemani tanpa banyak kata sambil
sesekali memeluk saya.
Ayah Si Bocah setali tiga
uang dengan saya. Raut wajahnya kusut dan khawatir, tetapi dia pun belajar
tersenyum dan menemani Si Bocah bermain atau jalan-jalan berkeliling sekitar
bila sudah bosan. Kekhawatirannya dialihkan dengan membuat teh bergelas-gelas
meski berdalih Si Bocah senang memencet tombol air dan mengaduk gulanya dan
membeli aneka cemilan di kantin.
Mendidik anak adalah proses
kita mendidik diri sendiri benar sekali adanya. Balita periang namun peka ini
telah mengajari kami tentang berbahagia dimana pun berada. Belajar memikirkan sesuatu yang menyenangkan
ketika sedang bersedih dan menularkan keceriaan pada yang lain.
Bagi Si Bocah pun, kondisi
ini adalah sebuah pembelajaran hidup. Menunjukkan situasi sebenarnya di
kehidupan ini. Hidup tidak melulu berisi taman bermain dan ayunan kegemarannya. Ada saat dimana harus duduk lama di
sebuah tempat yang sama hanya untuk menemani seseorang meski pun bosan. Walau begitu,
tetap ada yang menyenangkan bagi Si Bocah, seperti menutup hari dengan seporsi pizza
misalnya.
1 Komentar
Semoga bisa bekal Aro ke depan berdasarkan pada apa yang dibawanya sejak lahir. Perasaan yang peka adalah salah satu modal melayani semesta. ��
BalasHapusDan terima kasih telah menjadi orang tua yang mau memahami ���� Karena jalan itu tidaklah mudah dilalui.