Kami sedang selonjoran bersama ketika Si Bocah minta kakinya dikasih minyak dan diurut.

“Kakiku pegal sekali, Nda. Tadi kita jalannya jauh dan lama sekali”. Saya tertawa.

“Tapi seru, kan?Si Bocah pun mengangguk.

Pagi tadi, kami ke UI. Rencananya bermain bersama teman-teman Si Bocah. Namun, beberapa teman berhalangan hadir dan hanya datang Tante Delih dan Gibral.

Tante Delih bercerita kalau baru saja dari rektorat untuk mengurus surat ijin memasuki hutan UI. Rencananya kami akan eksplorasi di sana. Kegiatan yang diperuntukkan untuk anak-anak komunitas di mana Si Bocah dan Gibral bergabung. Pihak rektorat mengijinkan. Tetapi masih ada dua surat tembusan yang harus diantar. Setelah berembug sebentar, kami pun berempat sepakat untuk mengantarkan surat tembusan hari ini juga, mumpung sedang di UI.

Petualangan pun di geber hehehehe.

Petualangan pertama adalah mencari tempat untuk menggandakan surat. Saat itu kami di perpustakaan, namun karena renovasi atau apa, banyak gerai tutup termasuk tempat foto copy. Jadilah kami masuk fakultas hukum dan menemukannya di sana, di lantai dua satu wilayah dengan kantin.

Dari fakultas hukum, kami pun beranjak ke kantor PLK yang berada di samping Stasiun Pondok Cina. Di kantor ini, kami melaporkan untuk kepentingan keamanan dan ketertiban  selama berkegiatan. Cukup jauh. Namun, dua balita yang menemani sepertinya biasa saja. Berjalan dan berhenti bila ada sesuatu yang menarik perhatian. Dua anak yang senang beraktivitas di luar ruangan namun dengan ketertarikan berbeda.

Gibral yang selalu tertarik dengan aneka tanaman dan buah, sudah mendapat dua buah sukun muda yang jatuh dan dibawa pulang (atas ijin pak satpam) juga beberapa matoa muda serta ranting pohon.

Si Bocah sendiri lebih tertarik berlarian dengan rute pilihannya sambil bernyanyi let it go dan sesekali bertanya tentang apa ini apa itu.

Selepas dari kantor PLK, dilanjutkan dengan ke kantor K3L yang berada di perpustakaan lama. K3L ini berkaitan dengan  prosedur untuk keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan selama berkegiatan. Celakanya, kami sama-sama tidak tahu dimanakah tempatnya itu hehehehe.

Setelah bertanya dan membayangkan jaraknya, kami memutuskan tidak berjalan kaki namun naik bis kuning (bikun). Bus kuliah (bukan sekolah) itu ternyata cukup lama datangnya. Ketika datang pun, sudah sangat penuh sehingga kami memutuskan menunggu kembali. Pertanyaan mulai muncul. Mengapa kita tidak naik ? Mengapa bus penuh ? Mengapa kita harus menunggu lagi ? Mengapa busnya lama datang ? Untungnya, pertanyaan tersebut teredam oleh datangnya bus kedua yang kosong. Si Bocah dan Gibral langsung lupa dengan rentetan pertanyaannya diganti ungkapan senang.  Fiu...

Cerita berlanjut ketika kami turun di halte yang keliru. Berkat  pak satpam yang dengan baik hati memberitahu (semua satpam yang kami tanyai ramah), kami pun masuk fakultas mipa. Berjalan lurus ke dalam menuju bundaran UI dilanjutkan mencari menara air. Menara air ? Iya, sebab gedung perpustakaan lama yang kami cari ada di seberangnya. Itu patokan mudahnya untuk yang buta UI dan berspasial buruk seperti kami hehehehe.



Di tengah perjalanan menuju menara air ini, kami sempat harus belok dan berhenti sebentar di jurusan geografi. Keperluan pertama mencari toilet dan keperluan kedua adalah menunggui dua balita yang sibuk memunguti semacam bunga di sana. Entah apa namanya. Berkuncup besar berwarna dominan hijau semburat putih dengan daun bergerigi indah.

Selain itu, kami pun sempat tersesat lagi huhuhu. Untunglah, dengan bernyanyi dan sesekali berhenti untuk bermain petak umpet atau bermain pura-pura, kelelahan dan kerewelan anak-anak teratasi. Lumayan ternyata mewujudkan kesempatan untuk anak-anak bisa mengeksplorasi alam di tengah kepungan belantara besi-baja itu.

Tetapi berita bahagianya, kami berhasil menuntaskan misi mengantar surat ini.

“Hore!” dan kami pun tos bersama-sama.

“Ternyata mengantar surat itu jauh dan melelahkan ya, Nda?” kata Si Bocah malam ini ketika membahas apa yang telah kami alami seharian ini. Saya mengangguk.

“Tetapi kalau bisa jalan-jalan ke hutan senang tidak ?”

“Senang sekali. Banyak pohon dan bisa berlarian”.

“Kita tadi sudah bekerja keras bersama-sama untuk bisa bermain di hutan”.
Si Bocah diam.

Saya menoleh dan ternyata sudah terlelap. Pasti capai sekali. Semoga pengalaman mengantar surat ini menjadi satu aspek proses pembentuk karaktermu nanti. Untuk menghargai kerja keras seseorang dan tidak mudah mencelanya bila ada kekurangan. 
Selamat tidur, mimpi yang seru untuk kita wujudkan dalam petualangan-petualangan indah esok hari.

2 Komentar