Bertemu Sisi Lain Dari Saya
Hari ini saya mengalami
perasaan asing bercampur aneh. Sesuatu yang tergolong baru bagi saya pribadi. Sepagi
sampai sesore ini, saya masih galau sehingga perlu untuk segera ditulis
hehehehe.
Pagi tadi, bersama Si Bocah
dan ayahnya, saya ke Lembaga Bantuan Hukum di daerah Menteng. Tujuan awalnya
adalah bertemu dan menyapa Ibu-ibu Kendeng yang datang ke Jakarta untuk
memperjuangkan karst, kemudian bermain di RPTRA atau taman kota.
Awalnya semua berjalan tanpa
kendala. Bertemu dan berbincang hangat dengan para ibu tersebut dan beberapa teman
ayah. Si Bocah sendiri cukup nyaman dengan aktivitasnya eksplorasi ruang dan asyik
memperhatikan maket gedung yang ada.
Sampai kemudian datang teman
ayah yang lain. Dua orang perempuan. Saya tidak mengenalnya. Kami hanya bertukar
senyum sebagai ‘tanda perkenalan’.
Entah bagaimana awalnya,
saya mendengar Si Bocah ditanya oleh salah satu dari mereka. Saat itu kebetulan
saya sedang mencari informasi RPTRA terdekat yang bisa diakses sehingga kurang
paham pembicaraan awal yang terbangun.
‘Apakah sudah bisa membaca?’
Si Bocah dengan polos
menjawab belum. Teman ayah yang ternyata juga telah memiliki seorang anak yang
entah usianya berapa sekarang tiba-tiba mengeluarkan kata-kata yang kurang
nyaman terdengar Si Bocah. Dia menganjurkan Si Bocah untuk minta diajari
membaca oleh ortunya. Bahkan sempat membandingkan Si Bocah dengan anaknya yang
sejak usia 2 tahun sudah diajari membaca sehingga sebelum masuk taman
kanak-kanak sudah lancar membaca.
Saya sebagai ortunya yang
mendengar kalimat-kalimat tersebut bengong. Untuk beberapa saat sempat melihat
ke arah Mbak-nya. Lebih ke perasaan kaget daripada jengkel atau marah.
Hal ini membuat saya merasa
aneh. Menghadapi kondisi seperti itu, biasanya reaksi saya sangat emosional. Tidak
terima dan akan protes panjang pendek ke Si ayah yang kebetulan mengajak kami mampir
dulu ke LBH sebelum ke taman kota sehingga mendapat ceramah gratis tentang
bagaimana mendidik anak dari seseorang yang belum 5 menit saya tahu dan sederet blablabla yang lain.
Alih-alih marah, saya
cenderung lempeng saja. Memilih fokus
kepada Si Bocah dan mengajaknya berbincang tentang rencana pergi ke taman agar
perhatiannya teralihkan.
Sampai sesorean ini, saya
masih merasa asing dengan reaksi ini. Mengapa kok saya adem ya? Melalui pesan di gawai, ayah Si Bocah (yang biasanya lebih
sabar dari saya) mengirim pesan dan menyampaikan permintaan maaf dan perasaan tidak
terima meski memilih diam atas kejadian tadi.
Saya teringat Pak Gobind.
Bulan lalu, saya berkesempatan mengikuti salah satu sesi beliau yang diadakan
oleh komunitas belajar bersama. Passionate
Parenting. Saat itu fokusnya belajar memperbaiki diri sebagai ortu untuk
anak-anak. Bukan bagaimana caranya mengasuh anak.
Merespon reaksi anak dengan
menyesuaikan cara pandang mereka, bukan melulu memakai kacamata orang tua
sehingga relasi anak-ortu terjalin baik. Jujur, kata-kata Pak Gobind banyak
yang saya lupa (pas sekali ungkapan ‘saya dengar maka saya lupa’ itu). Tetapi, entah
mengapa saya selalu ingat bagian ini.
Beruntungnya, saya mendapat
hadiah buku ‘Happiness Inside’ karya beliau dari kakak. Sejak sebulan lalu
sampai hari ini, saya kerap membaca isinya. Ada semacam pemahaman berbeda
tentang konsep diri yang saya dapat. Saya pun banyak mengamini apa yang ditulis
dalam buku tersebut.
Terkait dengan apa yang
terjadi pagi tadi dan reaksi yang muncul, mungkin itu adalah bukti bahwa saya
sangat terpengaruh dengan isi buku tersebut yang mengatakan semua orang adalah
guru kita dan salah satu resep agar tidak mudah terpancing adalah menggeser
cara pandang kita terhadap sesuatu.
Tertulis pula dalam buku
tersebut penggalan puisi Kahlil Gibran ;
‘Aku belajar diam dari yang
cerewet, toleransi dari yang tidak toleran, dan kebaikan dari yang jahat. Namun
anehnya, aku tidak pernah merasa berterima kasih kepada guru-guruku ini’.
Terima kasih Pak Gobind.
Terima kasih komunitas belajar bersama. Terima kasih kakak laki-laki saya.
Terima kasih untuk ayah dan Si Bocah. Akhirnya bertemu sisi lain dari diri saya
yang berbeda.
1 Komentar
anumodana :)
BalasHapus