Akhir Pekan @ Museum Nasional
Plok ! Plok! Plok ! Dengan
semangat Si Bocah ikut bertepuk tangan bersama penonton yang lain usai pertunjukkan
teater yang dilihatnya. Raut gembira menandakan kalau dia menikmati 30
menitnya. Duduk tenang, sesekali berdiri agar bisa melihat lebih jelas,
diselingi tertawa terbahak bila ada yang dirasanya lucu (meski sebenarnya hanya
sekian persen saja dari cerita yang dia paham hehehe).
Kami sedang di Museum
Nasional. Ikut bergembira dengan pengunjung yang lain dalam program ‘Akhir
Pekan @Museum Nasional’ menikmati sajian dongeng dari Teater Koma. Dongeng
tentang Perjanjian Giyanti.
Si Bocah pertama kalinya
melihat pertunjukkan ini dan ternyata dia mampu menjadi penonton yang baik dan
bisa menikmatinya. Meskipun dimainkan oleh orang dewasa, namun pilihan kata dan
gestur yang digunakan para pemainnya ramah anak. Tidak ada kata-kata kasar yang
keluar, bahkan untuk adegan peperangan pun dibuat halus cenderung lucu.
Pesan yang disampaikan pun
menarik. Perselisihan apapun bentuknya, sebisa mungkin dicari jalan
penyelesaian yang terbaik. Berunding, duduk bersama mencari solusi dan tidak
berperang. Dilihat dari sisi manapun, perang itu membuat semua pihak sengsara
dan tidak ada untungnya sama sekali. Perbedaan
itu bukan untuk diperdebatkan. Bila bisa berjalan bersama untuk sebuah tujuan,
perbedaan adalah kekuatan. Seperti aneka bahan makanan, yang dari laut atau
gunung, yang dari dataran tinggi atau rendah, bila diolah dengan baik dan
disajikan bersama, akan bisa menjadi makanan lezat berselera.
Dalam hati saya pun
membenarkan. Mengandaikan bila salah satu unsur dari makanan tersebut merasa
paling penting dan harus mendapat porsi yang banyak sebagai contoh garam saja. Wah,
bakal asin sekali rasa makanan tersebut. Alih-alih bisa dimakan, makanan itu
akan terbuang percuma karena kalau makan khawatir keracunan.
Begitu pun dalam hidup kita.
Bila memilih seperti garam yang merasa penting dan semua diukur melalui kacamata
kita, bisa dibayangkan tidak serunya hidup itu.
![]() |
Ekspresi senang melihat pertunjukkan |
Senang rasanya mengisi akhir
pekan di museum. Tujuan awalnya, kami ingin memberikan pengalaman lain ke Si
Bocah. Tour de talent istilah
kerennya. Ternyata, tidak hanya Si Bocah yang gembira, ortunya pun lega setelah
sekian lama bisa melihat teater kembali. Meski ketika berangkat sempat ada
adegan tersesat ke Museum Kebangkitan Nasional sehingga agak bergegas karena
mengejar jam pertunjukkan.
Pergi ke Museum Nasional ini
sebenarnya mudah sekali jalurnya, apalagi kalau kita menggunakan transportasi
publik, KRL. Turun di Stasiun Juanda, berjalan ke arah jembatan penyeberangan,
lalu bisa naik Trans Jakarta turun Halte Monas dengan membayar tiga ribu lima
ratus rupiah atau kalau mau gratis, kita bisa naik City Tour dan turun tepat di
depan Museum Nasional yang lebih akrab disebut sebagai Museum Gajah.
Usai pertunjukkan tadi
sebenarnya ada agenda jelajah museum. Namun karena Si Bocah sudah lapar, kami
pun memutuskan keluar dan menikmati halaman museum saja. Tentang menjelajah
museum bisa dilakukan lain waktu.
Puas dengan halaman museum,
kebetulan ada City Tour (mpok siti) sedang
berhenti di depan. Tanpa rencana, kami pun ikut naik meski tidak tahu tujuan
akhirnya hehehe. Saya hanya mengikuti instuisi saja.
Laju bus pelan dan tenang
menyusuri sepanjang Jalan Gadjah Mada. Penumpangnya tidak ada sepuluh orang dan
semua duduk di atas. Kami duduk di bangku paling belakang. Saya asyik melihat
keluar, menikmati bangunan-bangunan lama wajah Jakarta yang mulai kusam. Suasana
tenang dan suhu yang nyaman ternyata mendukung untuk tidur sejenak. Ketika
menoleh, Si Bocah dan ayahnya sudah lelap bersandar di kursi. Instuisi saya
benar, kami perlu tempat istirahat sejenak hehehehe.
2 Komentar
Jakarta kok sepertinya bagus ya ...
BalasHapusBagus kok,ada sisi yang tidak melulu mall dan hefonisme yang lain.Ayo main
BalasHapus