Bersepeda dan Melihat Engsel di Kota Tua
‘Aku pergi dulu dengan Ayah.
Bunda jaga tasnya, ya. Bye!’ pesan
panjang Si Bocah sambil melambaikan tangan dan buru-buru memeluk erat pinggang
ayahnya kembali sambil tertawa-tawa.
Kami sedang bermain ke Kota
Tua. Dengan sepeda sewaan, Si Bocah merasakan dibonceng naik sepeda untuk kali
pertama. Dibonceng sepeda di belakang dan tanpa ditemani. Terlihat senang. Sampai beberapa putaran
mengelilingi halaman Museum Fatahillah, dia belum juga merasa bosan.
Langit mendung dan hujan
yang turun sepanjang perjalanan tadi, ternyata tak menyurutkan kegembiraannya.
Sejak turun dari Stasiun Kota dan berjalan menyusuri jalan becek, Si Bocah
terlihat senang. Dengan riang berlari kesana kesini. Bersyukur di Kota Tua,
cuaca cukup bersahabat. Hanya mendung.
‘Tidak apa-apa hujan, Nda.
Kita bawa payung dan pakaian ganti di tas’, komentarnya tadi saat saya agak
ragu untuk berangkat. Kalau boleh memilih, bermain di rumah sambil minum yang
hangat-hangat adalah harapan saya hehehehehe. Namun apa daya sudah terlanjur
berjanji, maka harus ditepati bukan ?
Puas naik sepeda, Si Bocah kami
ajak ke museum wayang. Melihat aneka wayang dari mulai wayang golek, wayang
kulit, wayang klitik, dan beberapa wayang dari negara lain. Namun Si Bocah
merasa kurang nyaman. Ruangan tertutup dan pencahayaan yang redup dan ada
karakter wayang yang bersifat jahat, maka kloplah. Takut, katanya. Raut wajahnya
mulai murung dan resah. Kami pun memutuskan hanya sebentar saja di dalam meski
masih penasaran.
Keluar museum wayang, aura
gembira kembali terlihat di wajah Si Bocah.
Ketika kami menawarinya untuk
masuk ke Museum Fatahillah, dia sempat ragu. Kami pun menceritakan kalau museum
tersebut berbeda dengan museum wayang. Banyak jendela besar dan cahayanya
terang. Si Bocah setuju.

‘Mengapa tidak ada
gambarnya, Ayah ? Apakah yang membuat lupa?’
Si Bocah membandingkan
dengan piktogram yang sering dilihatnya ternyata. seperti ini
Kami tidak memiliki
ekspektasi muluk-muluk saat mengajak Si Bocah ke museum. Hanya mengenalkannya
saja dan membiasakan dia dengan aturan yang ada. Kami percaya kalau seorang
anak merasa senang dan nyaman dengan sesuatu, maka banyak hal yang akan
dipelajarinya.
Seperti di Museum Fatahillah
ini, kami cuma mengajaknya
berkeliling. Tanpa banyak memberinya ceramah ini itu. Hanya mengatakan kalau
tempat ini adalah buku cerita dengan judul ‘Jakarta’.
Ternyata Si Bocah tertarik dengan
banyak hal. Mulai dari menghitung jumlah jendela yang ada dalam ruangan,
mengikuti anak panah yang merupakan jalur kunjungan, mengintip keluar jendela, dan
terheran-heran dengan gerendel pintu yang besar dengan engselnya berbentuk
kupu-kupu.
Museum adalah tempat
menyimpan benda-benda kuno bersejarah bla bla bla tidak masuk dalam definisi Si
Bocah. Museum baginya saat ini adalah tempat luas dan terang dimana dia bebas
berlari dan bermain petak umpet.
Children
learn from anything and everything they see. They learn wherever they are, not
just in special learning places – John Holt –
0 Komentar