Perjalanan Mencintai Gunung ( I )
Rencana mengajak Si Bocah
ikut kegiatan ayah selama 6 hari di Semarang, Pati, dan Rembang telah kami
bicarakan seminggu yang lalu. Dua hari menjelang keberangkatan, kami sempat
bimbang. Kegiatannya padat sekali ternyata. Pasti sangat menguras energi. Kekhawatiran
akan kondisi Si Bocah mengikuti serangkaian aktivitas yang berpindah-pindah
kota serta harus hidup sesuai dengan kondisi setempat adalah beberapa hal
pemicu kekhawatiran tersebut.
Namun, kalau tidak dicoba,
kita tidak akan pernah tahu bukan ?
Kami pun akhirnya ngobrol dengan Si Bocah tentang rencana ikut
ayah bekerja ini. Menjelaskan transportasi yang digunakan (seperti biasa kami
memilih penerbangan dari Halim yang paling pagi), apa yang akan dilakukan
ketika ayah sibuk bekerja, dan bertemu dengan siapa dan apa saja di sana.
Singkat kata, Si Bocah setuju ikut. Poin ini yang paling penting. Meski usianya belum genap 4 tahun, sejak awal kami selalu melibatkannya dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan bersama-sama. Bila Si Bocah sudah menyatakan setuju, maka printilan-printilan yang lain bisa menyesuaikan.
Tiba di Semarang masih pagi.
Dari Bandara Ahmad Yani, kami pun menuju ke simpang lima untuk bertemu dengan teman-teman
ayah di depan kantor gubernur. Karena ada acara car free day, kami pun berjalan kaki. Menikmati padatnya kerumunan
orang dan mendoan sambil
beristirahat. Si Bocah ? Dia melonjak-lonjak gembira, berlari kesana kemari
menangkapi gelembung-gelembung sabun yang dibuat oleh bapak penjualnya. Sederhana. Sesederhana oom tolelet oom hehehehe.
Para ibu luar biasa ternyata
sudah mau kembali ke pondoknya. Mereka naik truk. Kami pun turut serta. Sebenarnya
ditawari untuk duduk di depan namun Si Bocah memilih di belakang. Seumur-umur, ini
pengalaman pertama saya dan Si Bocah. Berdiri terayun-ayun sambil berpegangan
pinggir bak truk. Deg-degan juga ternyata hehehehe. Si Bocah duduk dipangku
seorang ibu dan terlibat pembicaraan seru sampai terkekeh-kekeh.
![]() |
| di truk |
Kami beristirahat sejenak di
pondok pesantren. Selepas dhuhur, berangkat ke bandara (lagi). Menemani ayah yang
bertugas menjemput teman-teman yang baru akan datang untuk bersama-sama
berangkat ke Pati.
Di kondisi ini, banyak hal
yang kami pelajari. Berada di bandara hampir 5 jam. Wow sekali rasanya. Ayah sibuk
menunggu teman-temannya. Si Bocah yang sudah bangun sejak pukul 3 pagi,
terlihat mulai mengantuk dan kelelahan. Tertidur di pangkuan saya.
Tidur selama 1 setengah jam
kemudian minum susu ternyata cukup membuat Si Bocah pulih kembali tenaganya. Berlarian
ke banyak sudut, bermain petak umpet, sampai memperhatikan kipas angin yang
berisi air. Tidak tampak bosan sama sekali. Ibunya yang agak lemas hehehehe.
Berangkat ke Pati dengan
angkutan pedesaan carteran. Waktu tempuh yang biasanya hanya 2 jam, molor
menjadi 3 jam karena hujan deras.
Kami menginap di rumah
sedulur sikep, Budhe Gunarti namanya. Ini kali kedua ke rumahnya. Si Bocah cukup
nyaman meski berada di lingkungan dan kultur berbeda. Tidur nyenyak dan bangun
pagi-pagi sebab akan ikut menjelajah gunung kapur. Yeay !
Sandal karet, kaos kaki,
jaket, dan topi adalah atribut yang digunakan Si Bocah. Sarapan roti dan sekaleng
susu karena Si Bocah menolak nasi. Ini kali pertama buatnya menyusuri lereng
gunung sehingga tampak bersemangat sekali.
Hujan semalam membuat jalan
yang kami lalui cukup licin dan banyak genangan air. Namun, udara sejuk dan
hijaunya daun-daun jati membuat semuanya bersemangat. Termasuk Si Bocah. Dengan
yakin dia melangkah. Tidak mau digandeng, menolak ditolong dan memilih
terpeleset. ‘Aku sudah besar, Bunda’. Hm... baiklah. Kamu memang terlihat
mandiri dan percaya diri. Maaf ya, Nak. Ibumu agak deg-degan dan khawatir saja
bawaannya.
Melihat tebing kapur, cacing
tanah, kaki seribu, daun-daun yang jatuh di tanah dan membusuk, genangan air, pohon yang
rimbun, bentangan gunung kapur, rumput hijau dengan bunga-bunga kecilnya, atau
sekedar tertawa bersama orang lain.
Bersenang-senanglah bermain
di alam terbuka, Nak. Alam memberi kita kehidupan. Akhrabi dan cintailah
semuanya agar banyak anak-anak di masa depan bisa bahagia bermain dengan alam dan gunung sepertimu hari ini. Tidak hanya mendengar cerita bahwa dulu di sini terbentang gunung dari ujung timur sampai barat sebelum manusia mengeruknya.




2 Komentar
Suatu saat nanti akan daya ajari memakan makanan yang disediakan Alam, bukan pabrikan ... he3x.
BalasHapusSemoga sehat selalu :)
Asyik, ditunggu ya. Apalagi kalau bisa memetik pisang suluhan di pohon :-)
Hapus