Rencana mengajak Si Bocah ikut kegiatan ayah selama 6 hari di Semarang, Pati, dan Rembang telah kami bicarakan seminggu yang lalu. Dua hari menjelang keberangkatan, kami sempat bimbang. Kegiatannya padat sekali ternyata. Pasti sangat menguras energi. Kekhawatiran akan kondisi Si Bocah mengikuti serangkaian aktivitas yang berpindah-pindah kota serta harus hidup sesuai dengan kondisi setempat adalah beberapa hal pemicu kekhawatiran tersebut.

Namun, kalau tidak dicoba, kita tidak akan pernah tahu bukan ?

Kami pun akhirnya ngobrol dengan Si Bocah tentang rencana ikut ayah bekerja ini. Menjelaskan transportasi yang digunakan (seperti biasa kami memilih penerbangan dari Halim yang paling pagi), apa yang akan dilakukan ketika ayah sibuk bekerja, dan bertemu dengan siapa dan apa saja di sana.

Singkat kata, Si Bocah setuju ikut. Poin ini yang paling penting. Meski usianya belum genap 4 tahun, sejak awal kami selalu melibatkannya dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan bersama-sama. Bila Si Bocah sudah menyatakan setuju, maka printilan-printilan yang lain bisa menyesuaikan.

Tiba di Semarang masih pagi. Dari Bandara Ahmad Yani, kami pun menuju ke simpang lima untuk bertemu dengan teman-teman ayah di depan kantor gubernur. Karena ada acara car free day, kami pun berjalan kaki. Menikmati padatnya kerumunan orang dan mendoan sambil beristirahat. Si Bocah ? Dia melonjak-lonjak gembira, berlari kesana kemari menangkapi gelembung-gelembung sabun yang dibuat oleh bapak penjualnya. Sederhana. Sesederhana oom tolelet oom hehehehe.


Para ibu luar biasa ternyata sudah mau kembali ke pondoknya. Mereka naik truk. Kami pun turut serta. Sebenarnya ditawari untuk duduk di depan namun Si Bocah memilih di belakang. Seumur-umur, ini pengalaman pertama saya dan Si Bocah. Berdiri terayun-ayun sambil berpegangan pinggir bak truk. Deg-degan juga ternyata hehehehe. Si Bocah duduk dipangku seorang ibu dan terlibat pembicaraan seru sampai terkekeh-kekeh.
di truk

Kami beristirahat sejenak di pondok pesantren. Selepas dhuhur, berangkat ke bandara (lagi). Menemani ayah yang bertugas menjemput teman-teman yang baru akan datang untuk bersama-sama berangkat ke Pati.

Di kondisi ini, banyak hal yang kami pelajari. Berada di bandara hampir 5 jam. Wow sekali rasanya. Ayah sibuk menunggu teman-temannya. Si Bocah yang sudah bangun sejak pukul 3 pagi, terlihat mulai mengantuk dan kelelahan. Tertidur di pangkuan saya.

Tidur selama 1 setengah jam kemudian minum susu ternyata cukup membuat Si Bocah pulih kembali tenaganya. Berlarian ke banyak sudut, bermain petak umpet, sampai memperhatikan kipas angin yang berisi air. Tidak tampak bosan sama sekali. Ibunya yang agak lemas hehehehe.

Berangkat ke Pati dengan angkutan pedesaan carteran. Waktu tempuh yang biasanya hanya 2 jam, molor menjadi 3 jam karena hujan deras.

Kami menginap di rumah sedulur sikep, Budhe Gunarti namanya. Ini kali kedua ke rumahnya. Si Bocah cukup nyaman meski berada di lingkungan dan kultur berbeda. Tidur nyenyak dan bangun pagi-pagi sebab akan ikut menjelajah gunung kapur. Yeay !

Sandal karet, kaos kaki, jaket, dan topi adalah atribut yang digunakan Si Bocah. Sarapan roti dan sekaleng susu karena Si Bocah menolak nasi. Ini kali pertama buatnya menyusuri lereng gunung sehingga tampak bersemangat sekali.

Hujan semalam membuat jalan yang kami lalui cukup licin dan banyak genangan air. Namun, udara sejuk dan hijaunya daun-daun jati membuat semuanya bersemangat. Termasuk Si Bocah. Dengan yakin dia melangkah. Tidak mau digandeng, menolak ditolong dan memilih terpeleset. ‘Aku sudah besar, Bunda’. Hm... baiklah. Kamu memang terlihat mandiri dan percaya diri. Maaf ya, Nak. Ibumu agak deg-degan dan khawatir saja bawaannya.

Melihat tebing kapur, cacing tanah, kaki seribu, daun-daun yang jatuh di tanah dan membusuk, genangan air, pohon yang rimbun, bentangan gunung kapur, rumput hijau dengan bunga-bunga kecilnya, atau sekedar tertawa bersama orang lain.


Bersenang-senanglah bermain di alam terbuka, Nak. Alam memberi kita kehidupan. Akhrabi dan cintailah semuanya agar banyak anak-anak di masa depan bisa bahagia bermain dengan alam dan gunung sepertimu hari ini.  Tidak hanya mendengar cerita bahwa dulu di sini terbentang gunung dari ujung timur sampai barat sebelum manusia mengeruknya.






2 Komentar

  1. Suatu saat nanti akan daya ajari memakan makanan yang disediakan Alam, bukan pabrikan ... he3x.

    Semoga sehat selalu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asyik, ditunggu ya. Apalagi kalau bisa memetik pisang suluhan di pohon :-)

      Hapus