Spidol dan Pintu Khayalan
"Nda, siap ya? Satu, dua, tiga, klik!" Aro lalu menyodorkan 'kameranya' untuk saya mengambil foto yang baru saja dibuat. Mirip pakai kamera instax yang langsung jadi. "Sudah banyak nih foto-foto kita", katanya sambil menempel satu gambar lagi di papan dart.
Aro sedang senang dengan permainan memotret ini. Kamera yang saya maksud bukan kamera sebenarnya tapi spidol yang disusun-susun. Diimajinasikan sebagai kamera. Foto yang dihasilkan adalah gambar yang dibuat sebelumnya di atas potongan kertas kecil-kecil.
Permainan ini gagasan Aro sendiri. Saya dan Obi mengikuti instruksinya. Kami harus bergaya sesuai dengan gambar yang sudah dibuat. Bergantian memotret dan dipotret.
Agak konyol sebenarnya meski seru. Tapi, konyol pun tidak apa-apa. Toh, salah satu fungsi rumah adalah tempat dimana kita bebas berekspresi termasuk yang konyol-konyol bukan? Serius terus juga capek ๐ Menarik mengamati ide dan inisiatif seperti ini. Terlihat sepele memang di mata orang dewasa tapi sebenarnya serius dan penting lho di mata anak-anak. Bener deh.
Ide memotret ini berawal dari spidol yang saya beli beberapa waktu lalu. Spidol ini punya berkesan sekali buat saya. Sekitar sepuluh tahun lalu, anak-anak usia 6-7 tahun di kelas yang saya ampu, hampir semuanya punya. Sedang hits istilahnya waktu itu. Spidol keluaran terbaru dengan warna mencolok dan cerdas dalam desain.
Perancangnya tahu bagaimana membuat spidol ini lebih menarik buat anak-anak. Mereka membuat inovasi yang menurut saya cerdas. Konsep spidol diubah. Tidak melulu untuk mewarnai. Spidol bisa berubah menjadi mainan imajinatif yang menarik dan seru. Desain tutupnya dibuat bisa mengkait spidol lain sehingga saat tidak digunakan untuk mewarnai,bisa dibentuk sesuai angan-angan yang punya. Ada tambahan kaitan lepasan yang memudahkan mereka berkreasi. Pistol, rumah, jembatan, tongkat, dan lainnya. Waktu istrirahat, hampir semua anak di kelas sibuk main bersama dengan spidol masing-masing.
Ingatan inilah yang menggerakkan saya membeli spidol serupa buat Aro. Tanpa cerita tentang apa yang dilakukan anak-anak di kelas dulu tentunya sebab saya tidak ingin mengacaukan perspektifnya dengan menceritakan hal yang dilakukan anak lain.
Awalnya Aro hanya memakai untuk mewarnai.Digunakan benar-benar sesuai tupoksi :-) Agak deg-degan juga. Bertanya-tanya, jangan-jangan daya imajinasi dan kreativitasnya ada apa-apa hahahahaha (maklum ya, intimidasi anak harus pintar itu nyata๐ ).Untunglah, tak lama kemudian ada kemajuan yang melegakan. Spidol itu dibuat mainan. Disusun-susun sesukanya. Termasuk menjadikannya sebagai kamera seperti saat ini. Fiu…
Saya pikir dia senang main imajinasi potret memotret ini karena kebiasaan melihat album foto tempo hari ketika di rumah kakek neneknya. Ternyata dugaan saya keliru. Dia justru ga terpikir ke sana. Ide main ini didapat saat ikut kegiatan zoom.
Aro baru tiga kali zoom-zooman. Ga ada school from home (sfh) jadi ga terlalu ribet dengan zoom. Dia ikut zoom karena ada kegiatan playdate online dengan komunitas. Sudah tidak di desa, sinyal ada, maka kami pun ikut zoom-zooman ini meski telad sekali. Yeah…untungnya tidak ada perlombaan siapa yang pertama dan terbanyak ikut kegiatan di zoom.
Kesan pertama melihat reaksi Aro ikut zoom ini ; takjub dan bersemangat. Hal baru. Melihat peserta zoom dalam gambar kecil-kecil dan berderet-deret. Entah apa yang ada dalam benaknya, namun terlihat senang dan kadang terkekeh-kekeh sendiri. Tidak hirau dilihat aneh atau konyol. Silly. Tapi mungkin itu yang dikatakan mindfullness. Ada dan menikmati sesuatu di waktu sekarang.
Gambar teman-teman di layar yang banyak dan kecil-kecil itu membuatnya penasaran sekaligus tertarik. Memantik ide bermain potret memotret ini. Sedikit dimodifikasi namun deretan gambar-gambar kecilnya sama.
Kita tidak tahu apa yang bisa memunculkan ide pada anak-anak. Kerapkali, ide muncul karena hal-hal remeh di keseharian. Ga penting di mata orang dewasa. Mungkin sudah saatnya buat kita, orang dewasa ini, mengubah sedikit pola pikir. Mulai memberi porsi lebih besar pada hal-hal yang terlihat remeh di kesaharian. Bisa jadi, kesungguhan kita pada hal-hal yang 'remeh' inilah pemantik ide pada anak-anak. Bukankah sesuatu hal, sebesar apapun itu, seringnya dimulai dari yang kecil atau bahkan remeh dulu ? Seperti Newton melihat apel jatuh lalu menemukan teori gravitasi. Mungkin lho ya, tapi who knows ?
0 Komentar