Merawat Inisiatif Anak
![]() |
"Piringnya kesenggol lalu jatuh…"
"Kamu tidak luka kan ?" Aro menggeleng. Masih terlihat kaget bercampur takut. Saya pun menghela nafas lega. Menepuk pundaknya pelan. "Kamu ambil air dan minum dulu. Bunda bersihkan pecahannya."
"Bunda ga marah ?" Aro menghampiri ketika semua sudah selesai dirapikan. Saya menggeleng.
"Tapi…piringnya pecah."
"Iya. Kenapa itu tadi ?"
"Aku mau buat telor dadar. Saat mau ambil telor, tanganku menyenggol piringnya terus jatuh. Bunda beneran ga marah ?" saya menggeleng. Jawaban yang ternyata belum memuaskannya sebab masih dikejar pertanyaan mengapa ga marah.
Saya pun menjawab sedikit lebih panjang. Menjelaskan bahwa saya senang dengan inisiatif Aro untuk membuat telor dadar sendiri. Punya ide dan dilakukan. Itu keren. Inisiatif itu lebih penting daripada piring yang pecah. Piring pecah itu bisa dicari gantinya, sedangkan orang yang tidak punya inisiatif itu susah. Padahal, inisiatif tidak dijual di toko. Mendengar ulasan panjang ini Aro tertawa. Entah bagaimana pemahamannya namun yang pasti tidak ada pertanyaan lanjutan.
Inilah proses belajar kami di rumah bersama Aro. Mengamini bahwa semua hal adalah belajar. Tidak menganggap belajar terbatas pada hal-hal yang berbau akademis saja. Menurut kami itu malah menyempitkan arti belajar. Kehidupan dan belajar adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan sebab dalam kehidupanlah proses belajar itu terjadi.
Usia Aro 7 tahun saat ini. Merawat inisiatif yang tumbuh adalah satu hal yang menjadi fokus kami dalam menemaninya di masa ini. Berani beride dan mencoba mewujudkan apa yang ada dalam benaknya. Tidak melulu hanya melaksana apa kata ortu untuk melakukan sesuatu. Kami tak ingin ia ngeblank saat tak ada instruksi dari orang tua atau orang dewas lain (guru). Ngeblank sih boleh aja misalnya saat ia bangun tidur dan leyeh-leyeh sambil mengumpulkan energi untuk beranjak dari tempat tidur.
![]() |
berkirim surat ke teman, contoh inisiatif Aro saat pandemi ini |
Mewujudkan kemandirian berinisiatif ini jelas tidak bisa berjalan apa adanya. Kami pun mengusahakan kesempatan untuk melatih dan membiasakan kebiasaan ini. Memasuki usia 7 tahun, ia memerlukan ruang yang lebih luas untuk mengeksplorasi idenya. Tak Hanya ruang fisik, tapi juga kelapangan emosional kami sebagai ortu dan fleksibilitas waktu karena inisiatif bisa datang kapan saja.
Sebagai ortu, kami pun berusaha memfasilitasi dengan beberapa hal, misalnya:
A. Memberikan kesempatan untuk berinisiatif
Ada saat-saat Aro memiliki ide akan sesuatu. Seperti dia menawarkan untuk membuat roti goreng untuk sarapan. Saya dan Obi pun mengiyakan. Tentang hasilnya nanti seperti apa, kami tetap menerima dan memakannya.
B. Membantu hanya bila diminta
Sesuatu yang sangat kami hindari saat Aro berinisiatif adalah memberi bantuan tanpa diminta. Berdasarkan pengalaman, hal tersebut hanya akan membuat mood berantakan dan ujung-ujungnya alih-alih terlaksana, yang ada hanya uring-uringan dan inisiatifnya macet.
C. Menyediakan ruang yang lebih luas untuk kesalahan
Inisiatif pada anak hanya bisa terus tumbuh saat diberi ruang untuk merealisasikannya dan dalam prosesnya melakukan jika ada kesalahan, baik sengaja maupun tidak, tidak kemudian dihakimi dan dikomentari secara berlebihan. Menunjukkan bahwa melakukan kesalahan itu wajar dan tidak apa-apa akan membuat anak lebih berani dan bebas berinisiatif. Kesalahan itu bukan dosa. Yang lebih penting adalah respon setelah melakukan kesalahan. Sebab, siapa sih yang tidak pernah salah ? Kadang, kita sering memaklumi kesalahan yang dilakukan oleh orang dewasa, mengapa kita tidak memaklumi juga kesalahan yang dilakukan oleh anak-anak ?Apalagi bagi mereka, melakukan kesalahan itu termasuk dalam proses mereka belajar.
0 Komentar