Saat mengingat dan mengenal desa
Selama empat bulan tinggal di desa, jalan-jalan berkeliling menjadi kegiatan yang sering saya dan Aro lakukan. Melihat-lihat sekitar sambil ngobrol.
Meski saya lahir di desa ini, sejujurnya banyak hal yang baru dan asing. Bisa dikatakan saya benar-benar di sini sampai kelas 6 SD, selepas itu kehidupan Saya disibukkan dengan sekolah di kota berbeda sampai kuliah dan bekerja. Ke sini hanya menjenguk ortu dan itupun paling lama dua mingguan. Sah menyandang predikat anak rantau.
Berkeliling desa mau tidak mau membawa kenangan masa kecil. Antara ingat dan tidak apalagi hampir sepanjang jalan ada saja yang menyapa. Bertanya kabar atau mencari tahu apa yang sedang kami cari. Mungkin kami terlihat celingukan. Berhenti jika ada hal menarik yang perlu dilihat. Jelas pemandangan yang tidak lazim di sini. Untunglah banyak yang masih kenal, andai orang asing pasti sudah dicurigai.
Berkeliling desa ini menjadi tema obrolan kami berhari-hari. Sebab, banyak hal yang bisa dilihat dan dipelajari. Seperti mengenali tetangga yang rumahnya berjarak berapa rumah dari kakek neneknya tinggal. Tanaman apa saja yang ditemui. Bagaimana bentuk dan warna pagar tetangga sampai bangunan tua bekas pabrik tembakau.
Pada tahun 1950-an, desa ini termasuk yang lebih maju dibandingkan desa lainnya. Salah satu sebabnya karena ada pabrik tembakau dengan pekerja cukup banyak. "Para pekerja itu didatangkan dari Klaten", cerita kakek Aro. "Tembakau yang telah dirajang dan dikeringkan. Buntalan tembakau yang telah diproses kemudian dikirim ke pabrik rokok besar yang ada di kota Kudus. Namun, sejak pertengahan tahun 1980-an, pabrik tembakau ini tutup sebab anak-anak pemiliknya tak lagi meneruskan usaha ini."
Saya hanya ingat ada bangunan tinggi menjulang sebagai oven tembakau. Di sampingnya ada pohon asam Jawa besar sekali. Ketika bangunan itu tidak dipakai lagi, menjadi tempat ribuan kelelawar. Setiap petang, serombongan kelelawar itu akan terlihat di langit seperti permadani hitam. Adanya kelelawar ini pun, menjadikan sawah-sawah bebas serangan serangga sebab mereka bisa makan hama tanaman itu sebanyak satu setengah kali berat tubuhnya. Belum kotoran kelelawar yang bagus untuk pupuk tanaman. Grade-nya super, istilah orang sini.
Bangunan tinggi itu sekarang dibongkar dan kelelawar pun tidak ada. Berganti menjadi tegalan tebu.
"Dengar cerita Bunda itu mirip time travel", komentar Aro. Saya hanya tertawa. Saya tidak tahu apa yang ada di benak Aro mendengar cerita-cerita tentang masa lalu ini. Yang pasti dia menikmati dan senang. Kadang, bila ceritanya agak suram, dia tidak berkomentar tetapi memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut atau mencoba melihat hal lain yang lebih ceria.
Seperti cerita pabrik tembakau ini. Usai tahu kisahnya, dia pun sibuk dengan melihat pohon-pohon tebu. Daun-daunnya yang panjang dan kasar jika disentuh. Sekilas mirip rumput gajah saat masih muda.
"Aro, kamu mau ke tempat lain? Ada bangunan lama yang juga bisa bunda ceritakan,". "Ga Nda. Pulang saja yuk. Kepalaku sudah full dengan informasi." katanya. Lalu kami pun pulang sambil sesekali berhenti untuk membahas tanaman di pagar rumah sepanjang jalan.
1 Komentar
Dia mampu mengakses data masa lalu yang tersimpan pd alam. Dan kita tidak, sebab itulah dia bilang full informasi.
BalasHapus