'Bunda buat kerangka dulu, aku cari bunga dan daunnya ya', kata Aro yang saya tanggapi dengan anggukan saat Saya masih berkutat dengan pelepah pisang untuk kemudian diikatkan di ranting. Saat sinyal internet sedang tak ramah pada kami, kebun dan halaman penuh tanaman menjadi teman bermain. Sesuatu yang sangat berharga. Jadilah ide main mainan wong mbambung aka ndeso ini muncul. Nama kerennya earth loom.

Sesuai kesepakatan semalam, pagi ini kami akan membuat earth loom. Keren ya namanya? Entah apa namanya disini. Idenya kami dapat ketika melihat Instagram semalam saat kami ngobrol tentang aktivitas untuk besok. Melihat foto-foto bagus di instagram, sayapun terinspirasi untuk mencobanya. Di saat kondisi harus jaga jarak dan di rumah saja seperti ini, saya memilih cukup realistis belajar menggunakan apa yang ada di sekitar. Dan seperti kata pendiri rumah inspirasi tempo hari di kbr 68H, disaat sulit seperti ini kita harus menurunkan ekspektasi belajar.

Singkatnya, Earth loom ini sebutan untuk susunan beragam daun dan bunga dalam satu bingkai kayu mirip alat pintal. Dipopulerkan oleh Susan Barrett Merrill di awal tahun 2000. Aktivitas ini dilakukan saat musim semi sebagai tanda kecintaan pada bumi dan sesama karena kegiatan ini akan lebih seru bila dilakukan bersama banyak teman. Filosofi yang dibawa adalah membangun visi sadar individu untuk kehidupan seseorang. Biasanya mereka membuat  bingkai indah berbentuk rumah-rumahan atau di alam terbuka dengan memanfaatkan dua pohon yg tumbuh berdekatan. Sesuai dengan saat-saat sekarang ya ? Menjaga jarak dan di rumah untuk kebaikan bersama.



Kami membuat Earth loom dengan tumbuhan yang ada di halaman rumah. Kerangka pintal saya buat dari ranting dan sulur-sulur sirih belanda yang kebetulan menjuntai di pohon mangga. Untuk tali-tali di dalamnya, saya pakai pinggiran pelepah pisang. Aktivitas ini sempat dikomentari nenek Aro dengan sebutan mainan “wong mbambung” (ga punya rumah). Saya hanya tertawa. 

Jelas kami berbeda pandangan dalam hal ini. Nenek Aro yang terbiasa hidup di desa, melihat kami seperti sedang mengumpulkan larahan/uwuh (sampah) sedangkan Pakpuh Aro di Tarakan bilang kalau rangkaian yang kami buat mirip Ubai Mayang, bunga untuk upacara adat Dayak Bahau. Bebas saja memaknai. Saya hanya mengamini  ini kegiatan belajar. Kelihatannya main-main tapi belajar sungguhan bila mau meluaskan maknanya hehehe. 

Aro tidak bersekolah formal (homeschooling). Salah satu media belajarnya menggunakan aplikasi berbasis online. Perlu internet dan alat pendukung seperti laptop atau gawai pastinya. Sesuatu yang mudah dan ada dalam keseharian saat kami berada di Depok. Namun ceritanya berbeda saat kami sedang di desa seperti ini. Kebetulan saya tidak membawa laptop untuk Aro nonton Youtube dan ditambah sinyal internet yang antara ada dan tiada. Lengkap sudah. Mengharap bisa lancar belajar daring atau e-learning jelas seperti menunggu Godot. Saya senewen, Aro manyun, endingnya tujuan belajar tak tercapai.

Motto belajar dimana saja dan kapan saja bagi saya juga bermakna fleksibilitas. Saat di tempat yang sinyal internet mudah, kami seru-seruan belajar online. Di daerah yang internet seperti, harus kreatif melihat sekitar. Luwes dengan metode, gaya belajar, bahkan peralatannya. 

Mengumpulkan beragam bunga dan daun itu seru, komentar Aro. Dia merasakan pengalaman pertama mencermati bagaimana bunga bangle, Soka, Nusa indah, awar-awar, suplir,  meniran, bunga gading, juga kelor. Beruntung juga ada tetangga yang baru saja 'macaki pisang'. Ontong  atau jantung pisang dipotong agar buah pisangnya besar-besar. Aro sempat mencermati dan membuka satu per satu pelepahnya yang berwarna merah. Ia meminta saya memasak jantung pisang tapi saya tolak karena Saya tidak bisa. Untung dia cukup puas dengan membuka jantung pisang.

Kegiatan ini terlihat main-main dan "tidak belajar". Jamak kebanyakan dari kita menganggap belajar selalu harus berkutat dengan materi sekolah dan ada kertas, alat tulis, juga buku dan LKS. Sudah waktunya kita maknai belajar itu lebih luas. Dari kegiatan ini saja, kami bisa belajar banyak hal baik itu matematika, seni, juga science dan nature. Bila kita mau meluaskan makna belajar dan tidak melulu terjebak dengan menyelesaikan soal-soal di LKS, akan banyak hal yang kita dapatkan di lingkungan sekitar. 

Belajar bisa dimana saja dan pakai apa saja. Selamat belajar dan tetap jaga kesehatan ya.

0 Komentar