Aro hari ini berkegiatan di Studio Hanafi. Bermain teater. Sesuatu yang baru bukan hanya untuk Aro, namun bagi saya juga. Ini kali pertama kami menjelajah Depok di daerah Meruyung. Melihat Kali Pesanggrahan yang sedang mengalir deras karena musim hujan, jembatan kecil di atasnya yang ramai sekali dilewati baik orang berjalan, naik sepeda, naik motor, atau bahkan mobil, dan pohon bambu yang banyak ditanam di sepanjang sisi sungai.


Tempat yang menyenangkan. Kami langsung merasa nyaman. Kebetulan kami datang kepagian. Belum ada teman-teman yang datang. Apalagi memang cuaca mendung sekali. Sebentar-sebentar hujan. Sambil menunggu, kami pun eksplorasi. Melihat-lihat sekitar sambil memotret sedikit-dikit.

Cukup lama juga baru ada teman datang. Tiga anak perempuan dengan tas dan berkerudung. Mereka terlihat asyik bermain pada titian di tengah kolam. Aro antara ragu dan ingin bergabung. Dia mengamati ketiga teman baru itu cukup lama sebelum kemudian mencoba bergabung. Seperti biasa, saya ‘pura-pura tidak melihat’ namun mengamati diam-diam.

Ini kesempatan Aro belajar keterampilan berkenalan dengan teman baru lagi. Sebuah keterampilan yang menurut saya penting dikenalkan. Saya pribadi, baru menyadari ketika dewasa bahwa berkenalan dengan orang baru itu bukan sesuatu yang mudah. Beragam perasaan campur baur. Mungkin ada memang orang-orang yang dengan mudah bisa akrab dan menjalin perkenalan baru. Tetapi, tidak sedikit yang menemui kesulitan seperti saya.

Semasa sekolah dulu, teman sekelas otomatis menjadi ‘teman’ tanpa ribet berkenalan. Akan bersama-sama kurang lebih enam tahun saat di sekolah dasar, tiga tahun di sekolah menengah. Karena selalu satu kelas atau berkegiatan bersama, kami tidak terlalu pusing dengan ketrampilan ini. Situasi sudah mengkondisikan untuk kami berteman walaupun sebenarnya tidak memahaminya.

Aro tidak bersekolah. Teman baginya bisa siapa saja dan dimana saja. Tidak terbatas usia. Biasanya orang-orang yang usianya jauh lebih tua. Teman-teman saya dan Obi pun sering kemudian menjadi temannya. Namun, berkenalan dengan yang lebih tua dan sepantaran jelas tantangannya berbeda. Saya mengamini bahwa anak-anak pun, meski kelihatannya mereka lebih mudah berteman satu sama lain daripada orang dewasa, tetap memiliki rasa bimbang saat menjalin komunikasi dengan orang baru. Lebih-lebih teman sebaya.

Bagi Aro, bila saya amati cukup mudah berkomunikasi dengan yang lebih tua darinya, tetapi cukup sulit dengan yang sebaya. Setiap berada di lingkungan baru, merupakan kesempatan sekaligus tantangan baginya berkenalan dengan anak-anak seusianya. Apalagi kalau percakapan merembet pada pertanyaan kamu kelas berapa dan dijawab dengan pernyataan aku tidak sekolah. Berdasarkan pengalaman, beberapa anak yang awalnya biasa saja berkenalan menjadi agak heran. Mereka menjauh sambil berbisik-bisik antar-mereka. Aneh mungkin mendapati seorang anak tidak sekolah.

Kabar baiknya, Aro bisa dengan mudah bergaul bila ada satu hal yang sama dan dimengerti. Seperti misal tahu tentang Tayo, bus kecil yang ceria. Dari sana keakraban akan tercipta. Pengalaman-pengalaman inilah yang membuat saya memutuskan ada hal-hal ‘kebanyakan’ yang dikenalnya selain bacaan-bacaan yang biasa dia baca.

Seni berkenalan dengan orang baru ini terus kami latih. Dimana pun, di lingkungan apapun, dan kondisi apapun. Bagi saya, mengenal banyak ragam orang dengan konsisi sosial berbeda-beda bisa memperkaya kemampuannya berkomunikasi selain menghaluskan hati.

Seperti hari ini. Dia cukup lama diam mengamati ketiga anak yang baru datang dan sedang asyik bermain bersama. Antara bimbang dan mengumpulkan keberanian. Saya memilih diam tidak menolongnya dengan membantu kenalan. Agak tegaan menurut beberapa orang, tetapi saya dingin saja. Saya cenderung tidak ‘mempermudahnya’. Ketika Aro mendekati saya untuk mengumpulkan keberanian atau mencari dukungan, saya hanya menepuk ringan pundaknya sambil tersenyum. Tanpa komentar. Saya tahu bahwa dia butuh jeda untuk mengumpulkan semangat dan berjuang kembali bisa berkenalan.

Ribet ya ? Iya. Latihan ini pun tidak bisa bim salabim sekali jadi. Ada proses panjang, gagal, berhasil, atau mencoba lagi. Mengutip kalimat founder Rumah Inspirasi di Riungan Oase tempo hari bahwa menurut Julie Lytcott-Haims (mantan dekan Stanford University), dari 8 ketrampilan yang perlu dikuasai anak-anak sebelum 18 tahun adalah talk to strangers, berbicara dengan orang asing. Walaupun begitu, sebagai ortu pun kita tidak bisa langsung melepas anak-anak begitu saja. Anak-anak juga perlu dilatih untuk mengenali orang-orang asing sebab tidak semua dari mereka orang baik, tetap ada orang jahat seperti dalam cerita Si Tudung Merah.  

0 Komentar