Webinar : Kurikulum Anak Usia Dini
Nah, sekarang mulai webinar
anak usia dini sesi kedua. Tema yang diangkat kali ini adalah kurikulum, materi
belajar, dan sumber belajar untuk homeschooling
anak usia dini.
Webinar dimulai dari
peneguhan dari pemateri – Mas Aar – tentang arti homeschooling sebagai pendidikan berbasis keluarga. Bila di sekolah
formal semua materi dan kurikulum ditentukan oleh negara dan lembaga yang
bersangkutan dan anak-anak tinggal menjalaninya. Pada proses pendidikan homeschooling,
ada sedikit perbedaan cara memandang. Sentral pembelajaran ada di anak dan
keluarganya. Berangkat dari asumsi dasar bahwa keluargalah yang paling tahu apa
yang paling baik buat dirinya. Dapat diartikan bahwa ortu adalah yang paling
tahu apa yang terbaik buat anak-anaknya.
Asumsi ini membawa konsekuensi
tidak ada keluarga homeschooling yang
memiliki sistem homeschooling yang
sama antara keluarga yang satu dengan lainnya. Mengapa ? Sebab semua keluarga
unik. Pengalaman berbeda, nilai-nilai yang dibangun dalam keluarga pun tidak
sama, juga ketertarikan akan sesuatu membuat setiap keluarga memiliki warnanya
sendiri-sendiri.
Oiya, disini ditekankan
untuk keluarga homeschooling ada hubungan
dan komunikasi yang baik antara ayah dan ibu agar didapatkan kesama visi dan
misi serta nilai apa yang ingin dibangun dalam keluarganya. Jangan yang satu
mau ke selatan dan satunya mau ke utara. Tidak akan bertemu meskipun bumi itu
bulat hehehehe (eh, bisa bertemu namun anak-anak keburu dewasa)
Kalau nilai keluarga sudah
ketemu, mari kita bicara tentang kurikulum. Ditekankan disini kurikulum bukan hanya
melihat kegiatannya keren atau alat-alatnya menarik dan waw. Di sini kita
diajak menjadi ortu yang sedikit kritis. Bahwa setiap model, metode, atau
kurikulum itu tidak terlepas dari bagaimana cara pandangnya terhadap anak dan
itu tidak tunggal. Sebagai ortu, kita harus pandai memilih yang paling sesuai
dengan anak.
Ada cara pandang pada anak
ini yang seperti tabula rasa. Anak dianggap sebagai kertas kosong dan harus
diisi pengetahuan oleh orang dewasa (ortu atau guru). Cara pandang ini biasa
digunakan di persekolahan. Apa yang penting dan harus dipelajari ditentukan
oleh negara atau guru (sebagai sentra) dan anak-anak diminta untuk menyesuaikan
diri dengan hal-hal ideal tersebut.
Cara pandang lain adalah
berkebalikan dengan cara pandang sebelumnya. Anak dipandang sebagai individu,
bukan kertas kosong. Anak-anak membawa potensi yang diberikan oleh Tuhan. Anak-anak
tidak hanya menerima secara pasif namun mereka pun mampu menyerap dan memproses
informasi yang diterimanya dari luar.
Dua cara pandang ini
berimplikasi kepada tujuan dan proses belajarnya.
Menariknya melakukan
pendidikan secara mandiri, kita bisa banyak mengambil kurikulum dari mana saja.
Kok bisa ? Bisa dong. Beruntung kita
hidup di era informasi yang memungkinkan mengakses kurikulum di banyak tempat. Setiap
negara mengembangkan kurilulum untuk anak usia dini. Banyak lembaga swasta yang
juga membuat kurikulum. Kurikulum-kurikulum tersebut ada yang berbayar dan ada
yang gratis. Jadi kita bisa bebas memilih yang sesuai dengan kita. Kalau di
sekolah formal, kurikulum di negara kita hanya ada satu untuk anak usia dini
ini. Meskipun tinggal di kota, desa, gunung, pantai, dataran, semua menggunakan
kurikulum yang sama. Kalau menurut saya, sah-sah saja namun kurang unik hihihi.
Tetapi kalau banyak
kurikulum, jadi bingung. Yups, bingung itu manusiawi. Kita bisa kok melakukan
pendekatan seperti ini untuk memilih kurikulum
Kalau masih bingung juga
atau belum sesuai dengan kata hati, ada pilihan untuk tidak perlu memakai
kurikulum. Unschooling. What ?
Bagaimana bisa ? Bisa. Asal kita percaya. Penggagas ide unschooling ini John Holt.
Wuih...benar-benar harus
mengubah pola pemikiran memang kalau memutuskan mendidik anak secara mandiri
itu. Apalagi kita-kita ini jelas produk dari sekolah-sekolah formal.
Ada tipsnya kalau memang mau
memilih kurikulum. Namun alat uji tetap pada anak. Kurikulum itu sesuai tidak
bisa dilihat dari seberapa anak bisa tumbuh dan menikmati prosesnya. Begitu juga
dengan ortu, apakah cukup enjoy menjalaninya.
Selesai dengan kurikulum,
Mas Aar kemudian beralih kepada pondasi yang perlu dibangun di anak usia dini. Ada
7 hal berikut ini.
Untuk sumber-sumber belajar,
banyak hal yang bisa digunakan. Beberapa contoh ada di sini.
Bagi yang ingin atau akan
atau telah memulai homeschooling anak
usia dini, ada juga tips praktis yang bisa digunakan. Mengapa praktis ? Kalau
yang praktis saja masih susah apalagi dikasih tips njlimet, bisa-bisa diam di tempat tidak kemana-mana kita hehehehe
0 Komentar