Dulu, ketika orang ingin belajar sesuatu maka akan mendatangi sang empunya. Dimana pun sang empu berada. Nyantrik di padepokan atau mondok di pesantren selama kurun waktu tertentu untuk bisa menyerap ilmunya.

Bersyukur sekarang teknologi berkembang luar biasa. Teknologi mempermudah kita belajar apapun, dimanapun, dan bersama siapapun. Alternatif belajar semakin banyak berkat teknologi. Seperti mengikuti webinar tentang pendidikan rumah dari rumahinspirasi misalnya. Duduk di rumah atau dimanapun dengan berbekal laptop dan headset sudah bisa dapat ilmu. Oiya, jangan lupa menyiapkan  paket data yang berkuota cukup ya hehehehe.

Tema webinar yang saya ikuti terbagi dua hal. Homeschooling untuk anak usia dini dan homeschooling untuk anak usia sekolah.


Mas Aar sebagai penyaji materi membuka webinar dengan sebuah cerita tentang sebuah kegelisahan yang melanda para ortu di Amerika pada pertengahan tahun 60-an sampai awal 70-an. Kegelisahannya yang pasti bukan tentang presiden Amerika sekarang ini apalagi siapa yang bakal menjadi gubernur DKI pastinya hehehehe (bercanda).

Kegelisahan para ortu ini tentang kualitas pendidikan formal yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi tersebut mendorong pemikir-pemikir pendidikan melakukan penelitian dan hasilnya dituliskan dalam sebuah buku.

Pemikir yang terkenal salah satunya adalah John Holt. Beliau adalah guru yang membuat majalah ‘Growing Without Schooling’. Ide-ide tentang unschooling  bermula dari sini. Gagasan tersebut kemudian mendorong proses gerakan homeschooling di Amerika. Kalau Baden Pawell itu bapak pramuka, John Holt ini bisa disebut sebagai bapaknya homeschooling.

Pemikir lain yang tidak kalah waw-nya adalah Dr. Raymond Moore. Beliau menulis buku pula di awal 70-an dengan judul ‘Better Late Than Early’. Buku ini mengulas hasil penelitiannya tentang fenomena ortu Amerika yang ingin menyekolahkan anak-anaknya sejak dini – usia satu atau dua tahun – dengan tujuan agar mereka lebih pintar (mirip dengan kecenderungan ortu di Indonesia sekarang ini ya?).

Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, Dr. Raymond Moore mendapati  memang secara kognitif, anak-anak tersebut mengalami perkembangan yang luar biasa. Namun, ada sisi lain perkembangan atau kematangan psikologis mereka terganggu. Di usia kanak-kanak, problem psikologis ini tidak kentara namun akan terlihat ketika mereka memasuki masa remaja. Anak-anak tersebut lebih rentan mengalami gangguan yang sifatnya eksternal seperti  bullying dan narkoba.

Mengapa ? Karena anak-anak tersebut belum puas merasakan kelekatan dengan ortunya -bermanja, memeluk, dll- (Dr. Raymond lho yang bilang, bukan saya). Beliau juga mengatakan bahwa pendidikan formal bisa ditunda sampai anak usia 8 atau 10 tahun itu tidak masalah dan hasilnya tidak jauh berbeda secara jangka panjang (tetapi apa kata dunia, anak usia 8 tahun belum sekolah ?).

Gagasan Dr. Raymond Moore ini lah yang menjadi pondasi awal homeschooling anak usia dini. Anak-anak lebih baik dididik oleh ortunya (keluarga) di rumah daripada mengirim mereka ke lembaga-lembaga eksternal.

Kok ortu ? Kok keluarga ? Yaiyalah. Homeschooling itu arti sebenarnya adalah pendidikan berbasis keluarga untuk anak dimana ortu bertanggungjawab akan kelancaran proses pendidikannya, dan rumah sebagai tempat awal belajar.

Jadi, homeschooling itu bukan lembaga ? Seperti sekolah-sekolah artis itu? Homeschooling itu pendidikan untuk anak berbasis keluarga ? Yups, benar! Kalau bilang HS itu lembaga, itu salah kaprah namanya. Kalau masih ragu, coba deh tanya pada praktisi seniornya, Mas Aar di Rumah inspirasi (bisa lewat e-mail kok, tidak perlu berkunjung ke rumahnya).

Kembali ke homeschooling anak usia dini ya. Dikatakan sebenarnya HS anak usia dini itu ada dua hal mendasar.

Jadi tidak berfokus pada kemampuan membaca, menulis, berhitung, hafalan, atau bahkan keinginan mendapatkan piala-piala. Fokusnya adalah kemampuan ortu mendampingi agar anak-anak itu merasa aman, sehat, dan bisa bertumbuh dengan baik.

Nah, jadi kita sekarang lebih perhatian dengan mereka. Tidak meremehkan kalau anak-anak kita itu banyak bertanya ini itu, banyak berlarian nyaris tidak bisa diam, sedikit-sedikit meminta perhatian kita untuk mendengarkan ceritanya yang sering tidak masuk akal atau malah ‘biasa-biasa saja’, tertawa tergelak-gelak pada sesuatu yang kerap kita pikir ‘apaan sih?’, bangun tidur sudah semangat nguprek banyak hal, dan sebangsanya. Itu adalah pondasi baik untuk masa depan dia kelak.

Prinsipnya pengasuhan anak usia dini seperti ini nih.

Dijelaskan kalau ortu sebaiknya bisa menjadi sahabat bagi anaknya. Anak dipandang sebagai individu yang didengarkan pendapatnya. Sejak dini mulai dikenalkan pilihan-pilihan sesuai kapasitasnya seperti memilih warna baju yang akan dipakai misalnya. Ortu tidak selalu yang membuat keputusan.

Pengasuhan anak usia dini pun layaknya membangun pondasi agar mereka siap menjalani proses lebih lanjut di usia sekolah. Bukan masalah bagus-bagusan. Siapa paling bagus tulisannya, siapa paling jago berhitung, siapa paling banyak membaca buku atau siapa paling cepat larinya. Masa berkarya dan berprestasi masih jauh, ketika anak-anak mulai remaja dan dewasa.

Diandaikan petani yang baru saja menanam benih padi. Fokusnya adalah bagaimana benih itu bisa tumbuh, bertahan, dan berkembang dengan baik. Belum sampai memikirkan bagaimana panennya nanti. Jelas, proses ini membutuhkan waktu dan tidak bisa bim salabim dalam semalam jadi. Nikmati dan dijalani saja prosesnya. Yang paling penting sebagai ortu, kita melakukan stimulasi terus menerus kepada anak-anak.

Hm... tapi lama. Apalagi kalau melihat anak lain kok sepertinya lebih hebat. Bisa ini mampu begitu. Eits...hati-hati. Membandingkan kemampuan anak kita dengan anak yang lain itu masuk jebakan batman. Jelas tidak boleh. Membandingkan ya dengan kemampuan anak itu sendiri. Kalau bulan lalu bisa apa, bulan ini ada kemajuan apalagi.   

Membahas kemampuan anak, jelas tidak bisa dipisahkan bagaimana perkembangan dan pertumbuhan otaknya. Otak terdiri dari otak reptil, otak mamalia, dan neokorteks. Penjelasan mudahnya ada di sini.

Nah, kalau ini adalah gambaran kondisi otak di anak-anak kita. Semakin ruwet dan banyak tersambung-sambung, semakin banyak sinap yang terhubung dan berarti semakin bagus stimulasi yang kita berikan. Jangan bangga dengan gambar otak yang bagus, bulat, dan mulus hehehehe.

Kalau kita melakukan pendidikan mandiri untuk anak-anak di usia dini, maka banyak peluang yang bisa didapat. Namanya peluang pasti ada teman mengiringi, yaitu tantangan.

Tantangan paling berat biasanya muncul di keluarga besar, entah kakek, nenek, atau mertua. Sederet pertanyaan dan keberatan akan muncul.  Menjelaskan pelan-pelan dan tidak frontal bisa menjadi salah satu solusi sambil berproses menunjukkan kebaikan mendidik secara mandiri.


Bagaimana anak-anak menjalani hidup sehat seperti pola makannya, pola tidur, dan pola kegiatannya. Bagaimana pula mendampingi anak menjadi bahagia. Bahagia di sini bukan berarti selalu memenuhi semua keinginan anak, namun bagaimana mereka mampu mengelola emosinya, mengatasi konflik dalam pertemanan, mengemukaan pendapatnya, mengatasi perasaan kecewa ketika keinginan tidak terpenuhi. Yang terakhir adalah mempersiapkan anak siap menjelajah dunia. Saat anak bertanya tidak dibentak, ketika anak melakukan kesalahan bukan diremehkan dan dimarahi, anak boleh mencoba apapun dan diapresiasi.


Hm...berarti homeschooling anak usia dini itu tidak diajari calistung ya ? Hanya fokus pada perkembangan psikologinya ? Repot juga kalau nanti waktunya masuk sekolah formal. Pasti ketinggalan dengan anak-anak yang lain (duh...jadi membanding-bandingkan lagi kan ?)

Mungkin ada pertanyaan seperti itu muncul. Sebenarnya melakukan pendidikan mandiri di usia dini itu menyenangkan sekali. Kita bisa menyelaraskan ritme dari proses perkembangan itu sendiri. Kalau memang anak-anak meski masih balita dan sudah ingin tahu alfabet, buat saya pribadi juga sah-sah saja dikenalkan. Toh mereka juga sudah dibacakan buku cerita sejak kecil. Namun memang bukan sebuah keharusan dan tidak ada tuntutan harus langsung bisa. Begitu pun dengan pengenalan bahasa. Yang pasti, seperti pekerjaan rumah atau keharusan menyelesaikan worksheet saya kurang sepakat. Tetapi kalau untuk keluarga lain merasa itu tidak masalah, juga tidak apa-apa.


Kalau HS di usia dini, bagaimana nanti jika ingin masuk sekolah formal ? Kan tidak memiliki raport TK. Tidak memiliki raport taman kanak-kanak tidak masalah. Syarat masuk SD bukan ada atau tidak raportnya.

Sekilas gambaran tentang homeschooling anak usia dini di sesi pertama. Memantaskan diri dan mau berproses bersama adalah kunci untuk kita bisa mendidik anak-anak secara mandiri.
Satu ayunan kecil dan sederhana dengan memulai sesuatu yang bisa kita lakukan bersama dengan anak-anak tanpa terbebani ekpekstasi yang muluk-muluk sepertinya menarik dilakukan. Seperti mendongeng  sebelum tidur atau sekedar bermain selama setengah jam  setiap hari. Yang penting adalah bagaimana bisa membangun relasi yang sehat bersama anak-anak kita. Mendidik anak sama dengan mendidik diri kita sendiri.




0 Komentar