‘Sst...tenang dulu, Bunda. Aku sedang membuat pancake. Harus hati-hati karena panas’, kata Si Bocah sambil sibuk memeragakan gerakan memasak. ‘Kita perlu tepung, telur, susu, juga butter untuk membuat adonannya.’

Saya terdiam. Mengurungkan niat mengajaknya belanja di tukang sayur. Si Bocah terlihat serius sekali meski sebenarnya dia sedang bermain pura-pura saja. Tahapan demi tahapan membuat pancake sangat dihafalnya sekaligus dengan bahan-bahan yang digunakan.

Di depannya tidak ada mainan apapun. Si Bocah hanya memegang sisir yang diandaikannya sebagai wajan. Dia senang sekali memeragakan bagaimana cara membalik pancake dengan dilempar di udara dan masuk kembali ke wajan sambil berbicara sendiri menjelaskan tahapan demi tahapannya. Kadang-kadang tertawa sendiri. Ingat adegan saat Daddy Pig membuat pancake dan menempel di atap saat dibalik dalam serial Peppa Pig.

Menjelang usia 4 tahun, Si Bocah hampir setiap hari bermain peran. Menjadi petani, penari, pembuat pizza, sampai merawat sapi dan dino yang sakit. Masa-masa seperti itu biasa saya sebut dolanan pasaran (bahasa jawa).

Saat kecil dulu, saya melakukannya bersama-sama dengan teman-teman tetangga rumah. Saat ini, saya melakukannya lagi untuk menemani Si Bocah. Dalam sehari, lebih dari lima kali kami bermain peran ini. Durasinya memang tidak lama, paling lama sepuluh menit. Waktu bermainnya saja yang tidak terduga. Kerap saya harus jeda dari sebuah kegiatan untuk bermain peran bersama.

Kesiapan menjeda aktivitas ini bagi saya perlu banyak belajar. Awalnya sempat agak jengkel ketika sedang mengerjakan sesuatu tiba-tiba diajak bermain. Untungnya saya segera sadar. Bermain peran adalah proses belajar Si Bocah. Bagaimana dia belajar meniru dari apa yang dilihat, di dengar dan dipahaminya. Kemampuan berbahasanya pun mengalami perkembangan. Kalau pun dilakukan berulang-ulang, mungkin itu salah satu caranya memahami dan melekatkannya ke dalam ingatan.

Menemani Si Bocah bermain peran ini pun saya tidak berlaku pasif. Tidak sekedar mengangguk, mengiyakan apa yang dikatakan atau pun memberi pujian sekedarnya dan tetap asyik sendiri. Saya belajar fokus dengan Si Bocah bila berkegiatan dengannya. Bertanya, mendengarkan, menghormati idenya meski jujur kadang sangat tidak masuk akal, dan tidak mentertawakannya.


Bermain peran ini tidak melulu dilakukan di rumah bersama saya. Di mana saja dilakukan Si Bocah. Terutama ketika sedang melakukan perjalanan dan untuk menghalau bosan. Di gerbong kereta, di bandara, di rumah seorang teman dan banyak tempat lagi. Kami harus siap menjadi apa saja sesuai idenya. Mungkin terlihat konyol namun kami menikmatinya. Seru dan menarik menikmati proses menjadi ortu sebagai teman anak-anak itu.

2 Komentar