Seorang anak dengan gesit berlari membawa ember berisi cat. Meski dikejar-kejar dua orang dewasa, dengan gembira dia terus berlari dan naik ke bukit dimana ada patung-patung pemimpin wilayah tersebut yang disebut hokage. Dengan gembira dia mengecat muka para hokage tersebut dengan beragam warna. Hal yang terlarang dilakukan oleh warga di Desa Hidden Leaf – desa si anak.


Ulah bandel sering kali dilakukan anak yang sering memakai baju wearpack kuning dan kaca mata pilot ini. Akibat kebandelan dan aksinya itu, banyak orang melabelinya sebagai tukang onar. Hampir semua ortu tak senang dan meminta anak mereka tidak bermain dengannya. Teman-teman di sekolahnya pun setali tiga uang. Mereka menjauh karena menganggapnya hanya menyusahkan sebab kemampuan akademisnya yang buruk sehingga kerap gagal pada ujian ninja. Nama anak tersebut Uzumaki Naruto.

Manga (baca: manga) Naruto menjadi bacaan wajib saya beberapa tahun lalu. Selain jalan ceritanya yang menarik, juga sebagai sarana saya berkomunikasi dengan murid-murid yang sedang demam Naruto waktu itu (usia 7-8 tahun). Meski berbentuk manga dan anime (kartun), sebenarnya film ini tidak cocok untuk anak di bawah usia 10 tahun sebab termasuk dalam battle anime, banyak memuat adegan pertarungan. Kalaupun menonton, harus ditemani ortu. Sayangnya, realita di masyarakat kita menganggap semua film kartun dan anime ini adalah tontonan anak-anak.

Naruto sendiri berkisah tentang seorang anak yang terbuang dan selalu dipinggirkan oleh hampir semua orang didesanya. Karena keterpinggiran ini kemudian ia bertekad untuk menjadi pemimpin desa (Hokage) dan menceritakan mimpinya pada semua orang. Bisa ditebak, alih-alih percaya dan mendapat dukungan, Naruto kerap menerima pandangan sinis dan merendahkan serta dicap sebagai anak konyol karena mimpinya.

Kini, setelah hampir sepuluh tahun tak lagi mengikuti jalan ceritanya, saya nonton lagi Naruto versi anime. Selain untuk mengisi waktu menahan lapar karena puasa, juga merasa ada nilai-nilai parenting yang menarik untuk ditulis.

Cerita Naruto memang fiksi, namun beberapa isu yang diangkatnya cukup dekat dengan pengalaman kita sebagai ortu dan relevan untuk memahami dunia anak-anak. Misalnya mengenai kebutuhan akan sebuah pengakuan.

Menurut Abraham Maslow, seorang psikolog Amerika yang terkenal dengan teori piramida kebutuhan Maslow, keinginan mendapatkan pengakuan ini menempati posisi ketiga setelah kebutuhan dasar dan rasa aman. Kebutuhan yang masuk dalam kategori ketiga ini selain pengakuan juga disayangi, dan memiliki interaksi sosial. Ketika kebutuhan itu tidak terpenuhi, akan ada upaya-upaya yang dilakukan setiap individu untuk mendapatkannya, entah upaya tersebut sesuai dengan aturan atau malah menabrak aturan. Secara alamiah, setiap kita pasti menginginkan terpenuhi dan mendapatkan semua kebutuhan tersebut meski tidak bisa sempurna seratus persen. 







Dalam cerita Naruto, terlihat sekali bagaimana kerasnya ia berusaha untuk ‘sekedar dilihat’. Perasaan sunyi dan sendirian tanpa teman atau keluarga tergambar sempurna saat Naruto duduk seorang diri di ayunan sambil melihat kerumunan ortu dan anak-anak di depannya. Begitu banyak orang namun tak satu pun menghiraukan. Bukannya menyapa, mereka malah memalingkan wajah atau berbisik tentang masa lalu yang menyakitkan. Penderitaan memilukan bagi seseorang apalagi anak-anak

sendirian
Titik ini adalah saat rawan dan semua hal bisa terjadi. Seseorang bisa menjadi baik atau jahat tergantung kepada siapa yang datang dan menjadi temannya. Naruto beruntung bertemu dan mendapat perhatian hangat dari gurunya, Iruka Sensei. Kenakalan dan kebandelan Naruto sangat merepotkan dan membuat gusar Iruka yang juga pernah mengalami masa suram seperti Naruto. Meski begitu, sang guru tetap menemani, mendengarkan kata-katanya, mengkhawatirkannya, dan tak jarang mentraktir ramen kesukaan mereka.

Saat lulus dari akademi dan benar-benar menjadi seorang ninja, ia juga mendapat teman seperti Sakura dan Sasuke yang mendukungnya dengan cara mereka masing-masing. Tak lupa pula Kakashi, si Copy Ninja, yang dengan gaya selownya tetap melihat Naruto secara bijaksana.

Berbeda dengan karakter Haku. Tokoh yang muncul pada episode ke-11 ini juga memiliki masa kecil yang kelam seperti Naruto. Haku merupakan keturunan klan pengendali air. Nasib malangnya dimulai ketika ibu yang melahirkan dan mengajarkannya jurus pengendali air meninggal. Ayahnya mengusir Haku karena khawatir kemampuan pengendali air akan mengancam keselamatan desanya. Sangat menyedihkan karena ia harus sendirian dan tidak memiliki siapa pun. Di saat itulah datang Zabuza. Seorang ninja kejam dan ambisius yang hanya mau menerima Haku asalkan dia mau ‘nyantrik’ dan memberikan kekuatannya untuk meraih cita-cita Zabuza. Haku hanya dianggap sebagai ‘alat’. Haku tahu hal itu. Namun, kegembiraan akan adanya orang yang mengakui keberadaannya di dunia lebih besar sehingga dia pun mau bersumpah setia pada Zabuza.

Haku dan Naruto memang hanya karakter fiksi. Namun bagi saya, kondisi mereka bisa dijadikan bahan renungan bagaimana jalan hidup seorang anak bisa berbelok ke arah baik atau jahat pada masa-masa krusial. Saat dimana mereka merasa sendirian dan tidak diterima oleh siapapun. Terlebih masa sekarang dengan tuntutan agar bisa eksis, populer, atau diterima dalam sebuah kelompok. Apalagi jika popularitas di media sosial menjadi ukurannya. Kembali ke Maslow, kebutuhan akan pengakuan termasuk ke dalam kebutuhan dasar manusia sehingga akan ada tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk meraihnya. Keberadaan seorang dewasa yang bijak mau menemani anak-anak pada masa ini sangat diperlukan. Jika kita sebagai ortu mau menengok kembali kebutuhan anak akan pengakuan ini, mungkin kenakalan remaja seperti geng motor dan tawuran dapat kita kurangi. Amin.

It’s not the face that makes someone a monster, it’s the choices they make with their lives – Naruto –   

3 Komentar

  1. You're right. And I am really realize it. That's why instagram is so popular. Because, everybody needs to be known if he/she is exist in this world.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups. Thanks for reading and I hope you are happy :-)

      Hapus